Jumat, 12 April 2013

Menilik Toleransi Antarumat Beragama melalui Tata Kota



Dalam kehidupan berbangsa yang diisi dengan berbagai macam perbedan sebagaimana di Indonesia, pola laku toleransi menjadi hal yang tidak bisa diabasikan. Dengan toleransi, kehidupan yang damai dalam sebuah perbedaan menjadi mungkin. Sebaliknya tanpa toleransi, ketegangan antar-kompenen bangsa akan menegang dan konflik yang dapat bermuara pada perpecahan nantinya menjadi keniscayaan.

Maka menjadi kewajiban bagi segenap warga negara untuk mendisseminasikan toleransi ke seluruh penjuru nusantara. Begitu banyak kawasan di Indonesia yang bisa dikatakan patut menjadi teladan dalam kehidupan yang bertoleransi. Salah satunya adalah di Kabupaten Bangka Barat yang tercerminkan pada tata kotanya.
Adalah di sudut kota Muntok, tepatnya di Kampung Tanjung, Kecamatan Muntok, toleransi antarumat beragama itu tampak.

“Yang menarik di sini adalah, Kelenteng Kong Fuk Miau dibangun tepat bersebelahan dengan masjid tertua di Bangka Barat, Masjid Jami,” kata penjaga kelenteng, So Chin Siong di Muntok.
So Chin Siong mengatakan, Kelenteng Kong Fuk Miau dan Masjid Jami telah berdiri berdampingan lebih dari 130 tahun. “Dan selama itulah kami saling mendukung, namun tidak mencampuri urusan keagamaan masing-masing,” kata So Chin Siong.

Dikatakan So Chin Siong, jika Masjid Jami sedang melaksanakan ibadah, maka Kelenteng akan rehat dari kegiatannya dan memberikan kesempatan bagi jemaah masjid untuk melakukan ibaadah.
“Biasanya yang sering bentrok adalah kegiatan latihan Barongsai dan shalat Jumat, jadi setiap jadwal shalat, kami rehat dulu,” katanya.

Kelenteng Kong Fuk Miau dibangun oleh orang-orang China dari suku Kuantang dan Fu Kien yang telah lama menetap di Muntok sejak 1820, membuatnya menjadi kelenteng pertama di Muntok.

Kompleks Kelenteng terdiri dari tiga buah bangunan dengan bangunan utama berada di tengah. Bangunan utama memiliki atap berbentuk pelana, sedangkan komponen lain adalah gapura utama, pagar keliling, halaman, pagoda dan arca Singa. Setiap pagi dan sore hari pada pukul lima, So Chin Siong, sang penjaga kelenteng akan memukul bedug sebanyak 36 kali. [Mh]


Sumber: Lazuardi Birru

Tidak ada komentar:

Posting Komentar