Jumat, 05 April 2013

LSI Rilis 5 Kasus Kekerasan Horisontal Terburuk di Indonesia



Di penghujung tahun ini, LSI (Lingkaran Survei Indonesia), merilis 5 kasus kekerasan horizontal yang dianggap terburuk di Indonesia. Kurun waktu yang diambil sedari Indonesia memasuki zaman reformasi hingga kini. Di antara kasus-kasus itu, diskriminasi terkait agama yang mencapai 65 persen disusul kekerasan etnis, gender dan orientasi seksual.

Pengelompokan itu diambil dari 5 variable, yaitu jumlah korban, lama konflik, luas konflik, kerugian material dan frekuensi pemberitaan. LSI merilis ada lima bentrok terparah di lima wilayah.

“Skor lima terburuk itu, pertama di daerah Maluku konflik muslim versus kristen; kedua, di daerah Sampit, Dayak versus Madura; ketiga di Jakarta, kekerasan massal atas etnis China Mei 98; keempat transito Mataram muslim versus Ahmadiyah, kelima lampung selatan, etnis Bali melawan etnis Lampung,” kata Direktur LSI Novriantoni Kahar dalam refleksi akhir tahun bertemakan ‘Dicari capres 2014 yang melindungi keberagaman’ di kantor LSI, Jakarta, Minggu (23/12).

Kekerasan tersebut rata-rata menghilangkan nyawa di atas 10 ribu orang, menyebabkan kerugian material, dan memunculkan para pengungsi. Meski demikian ada yang berbeda dari diskriminasi pasca reformasi dibandingkan diskriminasi dahulu di era orde baru.

“Era reformasi mengubah wajah kekerasan diskriminasi, dari kekerasan ideologis (terhadap komunisme) menjadi kekerasan primordial (konflik horisontal akibat perbedaan identitas sosial),” lanjutnya.

Hal ini diperparah dengan lambannya upaya pencegahan dan penanganan konflik. Termasuk kebijakan SBY dalam menanganinya. “Ketidaktegasan SBY dalam melindungi keberagaman ikut membuat kekerasan primordial memburuk,” tutupnya.

Dari pengumpulan data pada tanggal 14-17 Desember 2012 dengan menggunakan sampling multistage random sampling dan margin of error 4,8 persen. Disebutkan juga sudah ada 2.398 kekerasan selama 14 tahun. [Mh]

Sumber: Lazuardi Birru

Tidak ada komentar:

Posting Komentar