Potensi radikalisme agama di sekolah
ternyata besar. Dari 500 guru mata pelajaran Pendidikan Agama Islam
(PAI) di Jawa yang menjadi informan penelitian, ternyata 60 persen dari
mereka berpotensi intoleran.
Hal ini diungkapkan oleh Dr. Imam
Tholkhah, dalam orasi ilmiah bertema Pengembangan Budaya Toleransi
Melalui Pendidikan Islam di Sekolah untuk Mencegah Konflik Keagamaan, di
Jakarta, Kamis (20/12/2012). Orasi itu disampaikan dalam rangka
pengukuhan Imam Tholkhah sebagai Profesor Riset Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia (LIPI) dalam bidang agama dan kemasyarakatan.
“Meski intoleransi tak selalu identik
atau paralel dengan radikalisme, tetapi sikap dan pemahaman itu dapat
menjadi embrio radikalisme dan terorisme,” kata Imam.
Dalam hemat dia, menghadapi kenyataan
tersebut, salah satu solusi yang mampu mencegah penyebaran bibit
radikalisme dan terorisme adalah pendidikan, terutama pengembangan
budaya toleransi.
“Sekolah bisa menjadi kawah candradimuka
bagi penyiapan generasi bangsa yang memiliki komitmen terhadap budaya
toleransi. Sebaliknya, sarana edukasi itu dapat dimanfaatkan kelompok
tertentu untuk menghancurkan kebhinnekaan kita dengan baju agama atau
simbol ideologis lainnya,” ujar Kepala Puslitbang Pendidikan Agama dan
Keagamaan Kementerian Agama RI itu.
Menurut dia, lembaga-lembaga pendidikan,
terutama yang berbasis agama, harus mampu mengembangkan pemahaman dan
sikap toleransi peserta didiknya.
“Bahwa apa yang kita perjuangkan sebagai
suatu kebenaran, harus diletakkan sebagai bagian dari kebenaran yang
juga dimiliki kelompok lain, dan sikap toleran terhadap agama merupakan
bagian dari prinsip dan amal ibadah yang sangat dianjurkan,” tandasnya.
(sf)
Sumber: Lazuardi Birru
Tidak ada komentar:
Posting Komentar