Cinta
tanah air merupakan sebuah semangat yang mengakar kuat dalam diri para pahlawan
Bangsa. Kemerdekaan Bangsa Indonesia telah dibayar mahal oleh para Pejuang
tanah air, mereka rela mengorbankan harta, bahkan jiwa dan raga mereka demi
kemerdekaan. Keadaan ini menggambarkan betapa semangat Nasionalisme pada waktu
itu sangat tinggi, semangat untuk memperjuangkan hak-hak bangsa begitu teruji,
tidak ada rasa gentar sedikitpun dalam jiwa-jiwa penuh semangat perjuangan,
meskipun bambu runcing harus melawan meriam. Kurangnya perlengkapan perang
tidaklah menjadi masalah, yang terpenting anak cucu merasakan haknya sebagai Pewaris Utuh Bangsa Indonesia.
Kini Indonesia telah merdeka. Ketika
Pahlawan kita masih hidup, tentu pertanyaan juga sebuah harapan yang selalu
tersirat dalam hati mereka adalah: Apakah
perjuanganku membuahkan hasil? Ataukah sia-sia? Siapakah yang melanjutkan
perjuanganku kelak? Tentu tidak ada yang sia-sia dengan perjuangan mereka,
kita bisa merasakannya hingga detik ini. Dulu para pendahulu makan seadanya,
bahkan Umbi mejadi makanan Istimewa dan nasipun masih langka, bukan karena tidak
ada tetapi karena dirampas oleh yang bukan haknya. Hari ini rakyat Indonesia
sudah merdeka, perjuangan mereka tidaklah sia-sia, namun adakah anak bangsa yang mau mengisi, menyempurnakan, dan tentunya
melanjutkan perjuangan para Pahlawan? Inilah titik
sentral sebuah kemerdekaan, negara semakin maju atau kembali dijajah? Tergantung pada Pundak siapa Bangsa ini dititipkan. Sukarno pernah berkata: “Serahkan Kepadaku 10 orang Pemuda, niscaya
kan kugoncangkan Dunia”.
Pemuda adalah tunas Bangsa,
pemangku amanah besar bangsa Indonesia. Pemuda dari sisi biologis
tentunya dimulai sejak Remaja, dalam bahasa Sunda sering disebut (Pamuda alit). Pamuda alit ini adalah masa
transisi, masa penuh pertanyaan dan rapuh akan pendirian, karena masa tersebut
adalah masa pencarian.
Remaja, seperti uraian di atas kita mengenal
mereka secara Biologis sebagai sosok yang melewati fase kanak-kanak dan
menjelang dewasa, sementara dari sisi Psikologis
sebagai Sosok pencari jati diri yang sangat riskan dengan pancaran pengaruh di
luar Eksistensinya. Terkait dengan Budaya
bangsa, jelas hari ini Remaja
mulai kehilangn jati dirinya sebagai
Bangsa Indonesia. Kepudaran Budaya Bangsa dalam jiwa muda Indonesia terlihat
dalam gaya hidup mereka, yaitu ketika mereka lebih mencintai budaya asing
daripada budaya bangsa. Media, teman,
keluarga, sekolah, dan segala sesuatu yang berada di luar eksistensinya akan
sangat mempengaruhi sosok mungil itu untuk kelak dia menjadi Remaja seperti
apa? Dalam hal ini, orang tua sebagai sosok yang sangat dekat dengan anak,
memiliki peranan besar dalam menanamkan nilai-nilai KeIndonesiaan dalam diri
anaknya.
Nasionalisme adalah kata yang
sering digunakan dalam mengungkapkan rasa cinta terhadap tanah air. Kata lain
yang sering digunakan dalam mengungkapkan kecintaan terhadap tanah air adalah
patriotisme. Kata ini dibentuk dari kata patria dan isme. Kata patria berarti
bangsa atau tanah air. Kata isme dalam kata patriotisme adalah ajaran,
semangat, atau dorongan. Jadi, kata patriotisme memiliki arti ajaran atau
semangat cinta tanah air. Cinta Tanah air (Hubbul
Wathon), sebenarnya masih menjadi polemik di kalangan Umat Islam sendiri.
Polemik ini bermuara pada penilaian Hadits yang sering dijadikan dalil Patriotisme
oleh sebagian Umat Islam (Cinta tanah air
sebagian dari Iman). Menurut Asy Syaikh Al-Albani
di dalam Silsilah Al Ahadits Adh-Dhaifah
(1/110): Maudhu’ (hadits palsu). Sebagaimana yang dikatakan Ash-Shaghani
(hal. 7) dan juga yang selain beliau.
Terlepas dari polemik di atas,
maka nasionalisme sesungguhnya telah diakui di dalam Al-qur’an Surah Alhujurat
Ayat 13:
“Wahai manusia, sesungguhnya Kami
menciptakan kamu dari seorang lelaki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu
berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya orang
yang paling mulia di antara kamu di hadapan Allah adalah orang yang paling
takwa. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui dan Maha Mengenal’’.
Semangat Nasionalisme yang
ditunjukan dalam ayat tersebut jelaslah berimplikasi kepada nilai perseudaraan,
perkawanan, bukan permusuhan. Nasionalisme bukan dimaknai sebagai bentuk Penyerangan, penjajahan terhadap bangsa
lain, tetapi bentuk perdamaian, kerjasama dan dalam kondisi terdesak merupakan
sebuah benteng untuk mempertahankan haq, tentunya dalam Qoridor kebenaran. Teringat
sebuah hadits yang disampaikan Raulullah SAW: ’’Siapa pun orang muslim yang
mati karena mempertahankan tanah miliknya maka dia terhitung mati syahid’’.
Maka sebagai Umat Islam, kita layak dan wajib
untuk mempertahankan sesuatu yang telah diamanahkan
kepada kita dari rampasan orang lain (para penjajah). Hal ini telah
dibuktikan oleh para pendahulu kita, oleh sebab itu sudah saatnya kita sebagai
seorag Muslim membuktikan akan rasa cinta terhadap tanah air kita.
#Mahasantri
Ma’had UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar