Rabu, 22 Mei 2013

CINTA TANAH AIR SEORANG MUSLIM






Cinta tanah air merupakan sebuah semangat yang mengakar kuat dalam diri para pahlawan Bangsa. Kemerdekaan Bangsa Indonesia telah dibayar mahal oleh para Pejuang tanah air, mereka rela mengorbankan harta, bahkan jiwa dan raga mereka demi kemerdekaan. Keadaan ini menggambarkan betapa semangat Nasionalisme pada waktu itu sangat tinggi, semangat untuk memperjuangkan hak-hak bangsa begitu teruji, tidak ada rasa gentar sedikitpun dalam jiwa-jiwa penuh semangat perjuangan, meskipun bambu runcing harus melawan meriam. Kurangnya perlengkapan perang tidaklah menjadi masalah, yang terpenting anak cucu merasakan haknya sebagai Pewaris Utuh Bangsa Indonesia.

Kini Indonesia telah merdeka. Ketika Pahlawan kita masih hidup, tentu pertanyaan juga sebuah harapan yang selalu tersirat dalam hati mereka adalah: Apakah perjuanganku membuahkan hasil? Ataukah sia-sia? Siapakah yang melanjutkan perjuanganku kelak? Tentu tidak ada yang sia-sia dengan perjuangan mereka, kita bisa merasakannya hingga detik ini. Dulu para pendahulu makan seadanya, bahkan Umbi mejadi makanan Istimewa dan nasipun masih langka, bukan karena tidak ada tetapi karena dirampas oleh yang bukan haknya. Hari ini rakyat Indonesia sudah merdeka, perjuangan mereka tidaklah sia-sia, namun adakah anak bangsa yang mau mengisi, menyempurnakan, dan tentunya melanjutkan perjuangan para Pahlawan?  Inilah titik sentral sebuah kemerdekaan, negara semakin maju atau kembali dijajah? Tergantung pada Pundak siapa Bangsa ini dititipkan. Sukarno pernah berkata: “Serahkan Kepadaku 10 orang Pemuda, niscaya kan kugoncangkan Dunia”.

Pemuda adalah tunas Bangsa, pemangku amanah besar bangsa Indonesia. Pemuda dari sisi biologis tentunya dimulai sejak Remaja, dalam bahasa Sunda sering disebut  (Pamuda alit). Pamuda alit ini adalah masa transisi, masa penuh pertanyaan dan rapuh akan pendirian, karena masa tersebut adalah masa pencarian. 

 Remaja, seperti uraian di atas kita mengenal mereka secara Biologis sebagai sosok yang melewati fase kanak-kanak dan menjelang dewasa, sementara dari sisi Psikologis sebagai Sosok pencari jati diri yang sangat riskan dengan pancaran pengaruh di luar Eksistensinya. Terkait dengan Budaya bangsa, jelas hari ini Remaja mulai kehilangn jati dirinya sebagai Bangsa Indonesia. Kepudaran Budaya Bangsa dalam jiwa muda Indonesia terlihat dalam gaya hidup mereka, yaitu ketika mereka lebih mencintai budaya asing daripada budaya bangsa. Media, teman, keluarga, sekolah, dan segala sesuatu yang berada di luar eksistensinya akan sangat mempengaruhi sosok mungil itu untuk kelak dia menjadi Remaja seperti apa? Dalam hal ini, orang tua sebagai sosok yang sangat dekat dengan anak, memiliki peranan besar dalam menanamkan nilai-nilai KeIndonesiaan dalam diri anaknya.


Nasionalisme adalah kata yang sering digunakan dalam mengungkapkan rasa cinta terhadap tanah air. Kata lain yang sering digunakan dalam mengungkapkan kecintaan terhadap tanah air adalah patriotisme. Kata ini dibentuk dari kata patria dan isme. Kata patria berarti bangsa atau tanah air. Kata isme dalam kata patriotisme adalah ajaran, semangat, atau dorongan. Jadi, kata patriotisme memiliki arti ajaran atau semangat cinta tanah air. Cinta Tanah air (Hubbul Wathon), sebenarnya masih menjadi polemik di kalangan Umat Islam sendiri. Polemik ini bermuara pada penilaian Hadits yang sering dijadikan dalil Patriotisme oleh sebagian Umat Islam (Cinta tanah air sebagian dari Iman). Menurut Asy Syaikh Al-Albani di dalam Silsilah Al Ahadits Adh-Dhaifah (1/110): Maudhu’ (hadits palsu). Sebagaimana yang dikatakan Ash-Shaghani (hal. 7) dan juga yang selain beliau.
Terlepas dari polemik di atas, maka nasionalisme sesungguhnya telah diakui di dalam Al-qur’an Surah Alhujurat Ayat 13:

Wahai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang lelaki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di hadapan Allah adalah orang yang paling takwa. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui dan Maha Mengenal’’.

Semangat Nasionalisme yang ditunjukan dalam ayat tersebut jelaslah berimplikasi kepada nilai perseudaraan, perkawanan, bukan permusuhan. Nasionalisme bukan dimaknai sebagai bentuk Penyerangan, penjajahan terhadap bangsa lain, tetapi bentuk perdamaian, kerjasama dan dalam kondisi terdesak merupakan sebuah benteng untuk mempertahankan haq, tentunya dalam Qoridor kebenaran. Teringat sebuah hadits yang disampaikan Raulullah SAW: ’’Siapa pun orang muslim yang mati karena mempertahankan tanah miliknya maka dia terhitung mati syahid’’. Maka sebagai Umat Islam, kita layak dan wajib untuk mempertahankan sesuatu yang telah diamanahkan kepada kita dari rampasan orang lain (para penjajah). Hal ini telah dibuktikan oleh para pendahulu kita, oleh sebab itu sudah saatnya kita sebagai seorag Muslim membuktikan akan rasa cinta terhadap tanah air kita.


#Mahasantri Ma’had UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar