Oleh : Rahmat Kurnia Lubis*
KH Nuril Arifin memberikan ceramah tentang membangun hubungan antar iman umat beragama, dan bertujuan membangun kesatuan dan kekuatan bangsa dan negara di salah satu gereja undangan dari Pendeta dan Gembala Sidang Gereja Bethany Tayu, Pati, Jawa Tengah. Dr. Quraish Shihab, mengatakan, “Tidak ada masalah mereka yang membolehkannya, selama pengucap nya bersikap arif bijaksana dan tetap terpelihara akidah nya, lebih-lebih jika hal tersebut merupakan tuntunan keharmonisan hubungan merupakan sesuatu yang menarik”, ujar Quraish. Begitu pun dengan Ketua Umum PBNU Said Aqil Siradj membuat nota kesepahaman (MoU) dengan Universitas al-Mustafa al-’Alamiyah, Qom, Iran. Dokumen kerjasama di bidang pendidikan, riset dan kebudayaan. Dan terakhir adalah Mutofa Bisri dalam sebuah tulisan nya yang di kutip dari salah satu media Islam mengatakan “Karena melihat sepotong, tidak sejak awal, saya mengira massa yang ditayangkan TV itu adalah orang-orang yang sedang kesurupan masal. Soalnya, mereka seperti kalap. Ternyata, menurut isteri saya yang menonton tayangan berita sejak awal, mereka itu adalah orang-orang yang ngamuk terhadap kelompok Ahmadiyah yang dinyatakan sesat oleh MUI. “Saya sendiri tidak mengerti kenapa orang yang dinyatakan- sesat harus diamuk seperti itu? Ibarat nya, ada orang Semarang bertujuan ke Jakarta, tapi ternyata tersesat ke Surabaya, masak kita yang tahu bahwa orang itu sesat menempelenginya”. Ujar tokoh Nahdlatul Ulama ini.
Tidak
sedikit media yang saat ini memberikan respon tanggapan miring terhadap para
sesepuh dan tokoh agama di republik ini, dari kutipan tersebut di atas ternyata
bagi sebagian kelompok tertentu bahwa tokoh yang membela kaum lemah,
menyampaikan sikap santun, dan ingin menunjukkan Islam yang tidak sebatas
formalistik tapi menunjukkan dengan nilai yang
rahmatan lila lamin ini di anggap sesat oleh sekelompok orang di media
tertentu. Apakah karena memberikan ceramah dalam sebuah ruang gereja secara
otomatis membuat seorang muslim menjadi kafir, apakah jika melakukan sistem
kerja sama dengan penduduk yang mayoritas syiah otomatis menjadikan seseorang
itu tersesat, atau apakah karena penafsiran dan pembelaan terhadap manusia agar
tidak di hakimi dengan brutal itu di namakan pembela orang yang tersesat. Ini pelru
di luruskan tentunya agar tidak menimbulkan fitnah dan prasangka yang salah di
masyarakat, apalagi berita semacam ini muncul dari media yang mengatas namakan
diri sebagai seorang muslim. Kekhawatirannya adalah bahwa justru statemen yang
di sampaikan justru mengandung unsur propaganda yang membuat orang terpecah
atau bahkan menjadi terbalik memusuhi lainnya.
Imam Al
Bukhari bahkan telah membuat bab dalam kitab Shahih-nya, Bab Shalat di Gereja.
Dan Umar Radhiallahu’anhu berkata, “Sesungguhnya kami tidak masuk ke gereja
kamu semua karena ada patung yang dimana di dalamnya ada gambar-gambar.” Dahulu
Ibnu Abbas radhiallahu’anhuma melaksanakan shalat di geraja kecuali kalau di
gereja tersebut ada patung. Hal ini juga perlu kita sandarkan atas apa yang di
sampaikan oleh Allah SWT dalam al Quran, surat Al Kafirun ayat 1 sampai 6,
menjelaskan secara khusus tentang kewajiban kita beragama adalah beribadah
kepada Tuhan yang kita sembah dan mereka para kafir silahkan beribadah kepada
Tuhan yang mereka sembah, begitulah demokratisnya Allah SWT menyampaikan pesan
wahyu. Ibnu ‘Aidz dalam Futuh As Syam meriwayatkan bahwasanya orang
Nasrani membuatkan makanan untuk Umar ketika beliau sampai di Syam, kemudian
mereka mengundang Umar. Beliau bertanya, “Di mana?” Mereka menjawab, “Di
gereja.” Maka Umar tidak mau menghadirinya dan Beliau berkata kepada Ali,
“Berangkatlah bersama para sahabat agar mereka bisa makan siang.” Maka
berangkatlah Ali, kemudian Ali melihat ke gambar, sambil mengatakan, “Tidak ada
masalah bagi Amirul Mukminin (Umar) andaikan dia masuk dan makan.” Sikap
para sahabat ini menunjukkan kesepakatan mereka tentang bolehnya masuk gereja
meskipun di dalamnya terdapat gambar.
Di antara
imam mazhab dalam dunia Islam juga tentu nya ada yang melarang untuk memasuki
gereja, namun ini alasannya lebih di sebabkan jika di dalamnya ada patung, atau
jika di dalamnya ikut beribadah sesuai dengan keyakinan dan kepercayaan orang
dari pihak gereja tersebut. Selain itu ada hadits nabi yang mengatakan bahwa di
tempat tersebut ada kemurkaan Allah melalui hadits nabi “Janganlah kalian masuk
menemui orang-orang musyrikin di gereja-gereja dan tempat-tempat ibadah
mereka, karena kemurkaan (Allah) turun kepada mereka.” (HR. Al-Baihaqi dalam
As-sunnah 9/234. Tapi jika ada maslahat yang lebih besar, memberikan pemahaman
yang baik tentang arti perdamaian, persatuan, bagaimana membangun bangsa bukan untuk
ritual ibadah, tentu nya ini sesuatu hal yang di perbolehkan sebagaimana Ali
bin Abi Thalib memasuki gereja untuk undangan jamuan makan tersebut di atas.
Mengutip sebuah
pernyataan KH. Nuril bahwa hukum tertinggi semua agama adalah kasih, karena
tidak akan berlaku landasan kitab suci jika di pelaku agama nya justru menciptakan
kerusuhan, saling berburuk sangka, dan menciptakan permusuhan di antara
masyarakat nya. Islam itu sangat santun, maka siapapun bisa di ajak berdialog
dan bekerja sama sepanjang hal tersebut dapat memberikan manfaat yang lebih
besar untuk umat dan bangsa dan agama ini. Bisa jadi sebenarnya orang yang kita
sangka kan buruk itu ternyata jauh lebih baik di mata Tuhan dari pada kita
sebagai seorang yang seolah selalu membela Tuhan tapi menamkan kebencian dan propaganda
sesat, negatif buat orang lain.
Islam itu
sangat santun, maka jika ada sesuatu hal perbedaan maka lakukanlah dialog yang
lebih baik, perlu juga kita pahami bahwa otoritas sesat itu hanya mutlak
miliknya Allah SWT, kita hanya mengetahui dari ayat dan hadits baginda nabi
yang secara umum, maka jika ada perbedaan yang sudah secara umum di sepakati
secara umum oleh ulama atas sesuatu hal tentang halal dan haram, salah maupun
benar, maka pergunakanlah kearifan untuk memberikan keputusan atas setiap perkara.
Allah SWT berfirman:
"Ud’u ila
sabili rabbika bilhikmah wal mauidzotil hasanah, wajadilhum billati hiya
ahsan." [Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan bijaksana dan pengajaran
yang baik, dan berdebatlah dengan cara yang baik]. (Q.S. An-Nahl. 125)
Penting
untuk di ketahui juga agar lebih bijak bahwa bukan berarti pikiran keagamaan yang
mengandung unsur tafsir itu harus satu, karena banyak interpretasi yang juga
tentunya argumentasi tidak bisa dengan serta merta di hakimi. Rasulullah
atas kasih dan perhatiannya untuk mendakwahkan agama yang santun ini bahkan harus
rela untuk memberikan makanan kepada seorang pengemis Yahudi tua dan buta, yang
setiap hari mencacinya, tapi rasulullah tidak pernah marah, bahkan kanjeng nabi
mendoakan umat yang belum masuk kepada hidayah ini dengan mengatakan ya Rabb,
tunjukilah mereka karena mereka sesungguhnya tidak mengetahuinya. Tafakakru.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar