Oleh : Rahmat Kurnia Lubis*
Menarik
sekali jika kita melihat film berjudul “Di Timur Matahari”, tentang anak-anak
yang ingin mendapatkan ilmu dengan selalu menunggu guru yang tidak kunjung
datang, perang antar suku/desa yang tidak bisa di hindari serta
kematian-kematian yang datang silih berganti, namun semua itu bisa di lewati
dengan ketulusan, menyanyikan lagu perdamaian untuk menolak dan menjauhkan kebinasaan.
Film ini bukan saja kisah yang tidak pernah ada, tentu nya ada inspirasi dan
kejadian yang tidak hanya di bumi Papua tapi di wilayah-wilayah lain di negeri
atau bahkan negara lain di benua Timur maupun Barat. Budaya itu terkadang memang
menjadi sesuatu hal yang di jadikan landasan utama dalam setiap keputusan,
apakah kebudayaan itu harus di revolusi maka jawaban nya tentu tidak karena ada
banyak hal dari kebudayaan tersebut yang menjadi khasanah bangsa, yang perlu di
perhatikan adalah jika dalam bentuk kebudayaan atau pemikiran yang ada mampu
memenjarakan logika sehat dan kearifan kita sehingga yang muncul hanya
kanibalisme, barbarisme, serta menjauhkan diri atas masukan, kritik dan melebur
terhadap masyarakat luas, apalagi mencoba untuk menimbulkan konflik demi hanya
untuk keegoan kita. Sehebat apapun the founding fathers yang datang dari berbagai
kepulauan di Indonesia tetap mereka mengubur ego sektoral nya untuk keutuhan
bangsa kesatuan republik Indonesia ini.
Kehidupan
merupakan hak setiap manusia, hal ini tidak hanya tugas dan tanggung jawab
negara untuk memberikan perlindungan terhadap nya tapi juga negara. Dalam pembukaan
Undang-undang Dasar disebutkan bahwa kemerdekaan adalah hak segala bangsa,
tentu kemerdekaan yang di maksud bukan hanya sebatas mengusir penjajah dari
republik ini, tapi bagaimana mempertahankan, merdeka dari pada kebodohan, dan
merdeka dari pada budaya kedzholiman. Islam hadir sebagai agama yang
menghormati kebudayaan, tapi memberikan sebuah garis lurus untuk tetap mempertahankan
kebudayaan dengan bingkai yang indah yaitu tetap menjaga kemanusaiaan itu
sendiri. Itulah hak hidup dan kebebasan yang di tuangkan dalam spirit Islam baik
al Quran, hadits maupun hukum fiqih. Kenapa Islam dalam hukum nya jika terjadi
sebuah pelanggaran seperti misalnya hukum melakukan hubungan suami isteri pada
siang hari bulan Ramadhan, maka sebagai tebusan nya atas pelanggaran tersebut umat
Islam di suruh untuk memerdekakan budak. Ini artinya hak hidup yang menjadikan
manusia bebas dan merdeka adalah suatu hal yang menjadi tujuan syariat dalam
Islam.
Dari
hak hidup itu kemudian sejati nya harus memberikan sebuah kesadaran dan
kenyataan bahwa manusia harus merasa damai, nyaman dan memperoleh pendidikan
maupun kesejahteraan untuk keberlanjutan hidup di dunia ini. Saat ini ada
banyak warga negara dan umat muslim yang kehidupannya cukup memprihatinkan,
jika memang disadari dan dilaksanakan tentang arti dan tujuan zakat yang menjadi
kewajiban di dalam Islam, belum lagi infak dan shodaqah bagi orang yang mampu
tentu permasalahan kemiskinan bukanlah suatu masalah besar yang harus di
tangani oleh pemerintah.
Islam
itu memberikan sebuah motivasi hidup yang syarat makna, advokasi terhadap manusia,
terlepas dari agama dan budaya apapun, bahkan lingkungan menjadi perhatian nya.
Allah SWT jelas sekali tidak suka terhadap manusia yang lalai akan tugas dan
tanggung jawabnya untuk kehidupan sosial karena kehidupan dalam Islam adalah
kehidupan yang tidak sebatas romantisme berTuhan. Kenapa Islam menyuruh
berkurban, memberikan infak, shodaqah, jangan menghardik anak yatim, memelihara
lingkungan. Hal ini tiada lain untuk melahirkan sebuah keshalehan sosial. Ada
tiga model manusia, di hadapan Allah SWT, dan ketiga-tiga nya tidak akan maksimal
jika hanya di jalankan satu sisi dan meninggalkan sisi lainnya, hal tersebut
adalah. Pertama, hanya beribadah
kepada Allah SWT, suatu kehidupan yang sibuk dengan urusan akhirat,
berkali-kali ke luar negeri untuk umrah dan haji, begitu juga ada orang yang
berdakwah mencari formula sesuai kehidupan nabi, keluar sampai ke beberapa
tempat dan bahkan luar negeri untuk masuk dalam golongan para serambi masjid
yang hidupnya hanya antara masjid dan mengajak orang di sekitarnya saja. Kedua,
bagi manusia yang hidup atas kemanusiaan, sesuatu hal yang bersifat humanistic
merupakan kegiatan sosial yang tidak pernah di tinggalkannya, memberikan
bantuan moril, materil dan pikiran, kepada setiap yang membutuhkan. Tapi kemudian
adalah keringnya spiritual dengan melepaskan Allah SWT dari hati dan amal
ibadah merupakan sesuatu hal yang tidak dapat di benarkan. Ketiga, terakhir ini
adalah kehidupan yang tidak terlalu mementingkan aturan hidup, baginya yang
terpenting adalah kesenangan, bila saatnya tiba maka ibadah bisa menjadi aktifitasnya
tapi di sisi lain juga tetap melakukan perbuatan buruk, atau bahkan bisa jadi
korupsi menjadi hal yang di lakukakan nya dengan memberikan sebagian bagi
orang-orang kecil yang tidak mengetahui duduk perkaranya.
Dalam
Islam bahwa segala cara, dan tujuan harus seiring sejalan untuk kemaslahatan
umat, manusia, lingkungan dan sebagai bukti penghambaan diri terhadap Allah
SWT. jika kita ingin berwudhu maka air yang di dapatkan dari air yang halal,
bersih dan bukan hasil rampasan atau curian, begitu juga jika tentunya tidak di
benarkan mencuri sajadah untuk kepentingan mulia seperti shalat. Begitulah Islam
mengatur kehidupan beragama dan kesejahteraan untuk perdamaian umat manusia. Dalam Al – Qur'an sendiri, ayat-ayat Al-Qur’an
dan Hadits yang berbicara tentang ritual ibadah mahdhah, tidak lebih dari 20 %.
Sementara 80% dari ayat-ayat Al-Qur’an dan Hadits Nabi s.a.w., justeru
berbicara tentang masalah sosial, yang membahas tentang aturan manusia
berinteraksi dengan manusia yang lain, dalam berbagai segment dan profesinya. Nabi Muhammad SAW, memberikan contoh keseimbangan
antara 2 kesalehan ini, beliau tidak hanya menghabiskan waktu untuk berzikir
saja. Baik pada periode Makkah maupun Madinah, beliau bekerja keras
mendakwahkan Islam, membina mental sahabat, membentuk kader, membangun
masyarakat, memimpin perang, mengatur strategi, membuat perundingan, dan lain-lain.
Konsep ajaran Rosulullah SAW, terbukti bisa menjadi solusi problema kehidupan
bermasyarakat dan bernegara, Sebagaimana yang pernah dipraktekkan beliau semasa
hidup di Madinah Al Munawwarah.
*Penulis adalah Alumni Program Institut For
Multiculturalism and Pluralism Studies
Tidak ada komentar:
Posting Komentar