Oleh : Rahmat Kurnia Lubis*
Di setiap
denyutan nadi dan detak jantung kehidupan, individu, golongan maupun
suatu bangsa, bahwa selalu ada kenyataan sejarah yang tidak bisa kita pungkiri,
tinggal lagi kemudian yang menjadi permasalahan adalah seringnya terjadi
manipulasi sejarah itu sendiri baik yang memang terjadi secara sengaja, hal itu
bisa saja merupakan tekanan penguasa dalam membungkam pelaku sejarah atau
memang kenyataan bahwa masih banyak sekali dokumen-dokumen penting berserakan
dan yang masih tersimpan dalam watak para pelaku nya. Begitulah hal nya ketika
kita berbicara untuk konteks keIndonesiaan di negeri ini. Sebenarnya menarik
ketika kita melihat sesuatu hal yang menjadi kenyataan dalam sebuah kemerdekaan
Indonesia, hal itu menjadi penting untuk diungkapkan karena memang pada
dasarnya dalam kondisi keterbatasan ilmu pengetahuan akibat imperialisme dan
penguasaan para penjajah terhadap beberapa wilayah yang menjadi bagian dari
pada republik ini membuat kita sebagai warga menjadi terkotak-kotak kan akibat
politik non etis serta segudang permasalahan lain yang pada akhirnya
mengakibatkan bangsa ini terjajah dengan kurun waktu yang cukup lama.
Untuk
konteks kekinian dalam suasana Indonesia modern sesungguhnya bahwa kita sudah
diikat oleh empat pilar bangsa yaitu yang pertama UUD 1945, Pancasila, NKRI,
dan Bhineka Tunggal Ika. Merupakan sebuah bentuk konstitusi ataupun hukum yang
harus mampu membuat bangsa ini lebih beradab, maju dan berwibawa, namun kemudian
sampai hari ini tesis itu bertolak belakang dengan peradaban Indonesia, kasus-kasus
kekerasan, opini tentang penentangan terhadap negara, mewujudkan satu ideologi beragama, dan lain-lain sebagainya menjadi isu
yang di kampanyekan atau ingin di paksakan terhadap bangsa ini, apa mungkin
perlu penjabaran yang cukup panjang lagi hingga membuat kita sadar akan
kenyataan bahwa kita sudah tertinggal hanya karena masalah-masalah antara
negara agama atau bukan, antara syariat
dan pancasila, fenomena berpikir sempit yang mencoba melawan arus dan cita para
pejuang, pahlawan, dan ulama kemerdekaan untuk Indonesia satu harus di syukuri
dan di di pelihara secara bergandengan, itulah wujud bhinneka tunggal ika
sesungguhnya dalam negeri ini, pemikiran yang stagnan atau buaian mimpi ini
perlu dibangunkan dari tidur panjangnya.
Dua faktor yang
menjadi acuan penting dalam sejarah pra kemerdekaan adalah agama dan adat,
mungkin seorang yang arif dan bijak
dengan adanya data bahwa tidap dapat di sangkal sejarah bahwa Islam sebagai
agama dan adat sebagai falsafah mampu membuat para punggawa yakni the founding fathers menemukan inspirasi
dalam sebuah perjuangan panjang itu. Gelora jihad yang disuarakan mampu membuat
golongan beragama berjuang tiada henti menemukan identitas bangsa nya karena
pada dasarnya agama sebagai ajaran dan aplikasi tertuang sebuah teori Ilahi
bahwa sesungguhnya kita harus mencintai perdamaian, menolak kekerasan,
pertikaian dan memperjuangkan kemerdekaan karena memang pada dasarnya mencintai
tanah air merupakan bagian dari pada Iman, di sisi yang lain selain dari pada
agama bahwa sesungguhnya adat juga mampu menyatukan penderitaan suatu
teritorial atau daerah hingga menjadi kekuatan bersama yang mampu menolak dan
mengusir perilaku kesewenangan pihak kolonialisme dalam menanamkan misi dan
perampasan terhadap hak negeri jajahan nya.
Akhirnya
pancasila sebagai ideologi negara sudah mempunyai tawar dalam penyelamatan
bangsa karena pada dasarnya tertuang nilai-nilai universal yang mampu menampung
cita seluruh golongan di republik ini, sementara itu Islam telah memberikan solusi
dalam penyelamatan jiwa dan, adat yang rapuh serta paradoks yang bertentangan
dengan kemanusiaan, ia mampu menjadi inspirasi untuk menjunjung tinggi egaliter
atau persamaan hak yang antara lain berbuah atas penyudahan sistem kasta dalam masyarakat
Hindu Nusantara, begitupun dengan hidup rukum berdampingan sebagai model
percontohan masyarakat beradab Madinah di masa rasulullah saw.
Permasalahan
mendasar kemudian terhadap individu beragama dan masyarakat yang bernegara
adalah sering nya individu dan golongan tertentu salah mengartikulasikan sebuah
formula dari falsafah bangsa dan agama yang kita miliki, hingga sampai saat ini
banyak sekali diantara kita yang tidak paham mana sesungguhnya agama, pemikiran
keagamaan, dan tradisi, demikian juga hal nya permasalahan sebuah hukum dan
undang-undang yang menjadi acuan bangsa ini kerap hanya lah kepentingan politik
yang sesungguhnya merupakan panglima dari sebuah kepentingan.
Bagi kelompok
tertentu menyampaikan bahwa negara Indonesia harus di usung dengan negara
bersyariat, namun jauh dari pikiran formalistik tersebut, para pahlawan, dan
ulama-ulama bangsa ini sudah memasukkan nilai-nilai keTuhanan, kemanusaan,
persatuan, dan kebebasan memeluk agama, beserta melaksanakan syariat sesuai
dengan kepercayaannnya. Mereka para ulama dan pejuang tidak sekedar
memformalkan bahasa syariat dalam kebhinnekaan ini, tapi mewujudkan persatuan
dan hidup rukun, berbudaya serta beragama di dalamnya. Jika ada individu dan
kelompok tertentu yang mencoba mengusik kebangsaan dan mencerai beraikannya
maka ia sesungguhynya tidak paham syariat yang sebenarnya dan tidak mengerti
konsep bangsa yang berbudi. Jika keamanan dan persatuan dapat kita raih, masih
kah kita mengisukan suatu hal yang membuat perpecahan hadir di dalamnya. Indonesia
cinta damai, Islam mengayomi bangsa dan pengawal kemerdekaan dunia. Tafakkaru.
*Penulis adalah Alumni Program Pasca Sarjana
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar