Oleh : Rahmat Kurnia Lubis*
Konsep masyarakat madani adalah sebuah gagasan yang menggambarkan
masyarakat beradab yang mengacu pada nila-nilai kebajikan dengan mengembangkan
nilai Ilahiyah di dalamnya. Masyarakat
madani semula dimunculkan sebagai jawaban atas usulan untuk meletakkan peran
agama ke dalam suatu masyarakat Multikultural. Nabi Muhammad
SAW, dalam membuat Piagam Madinah, bukan hanya memperhatikan kepentingan atau
kemaslahatan masyarakat Muslim, melainkan juga memperhatikan kemaslahatan
masyarakat non-Muslim. Sementara konsep masyarakat
madani adalah untuk
kesejahteraan umum, mencerdasakan kehidupan
bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi dan keadilan sosial, hal ini tercantum dalam pembukaan UUD
1945. Maka antara Piagam Madinah dan UUD 1945 pada kenyataannya secara normatif
mempunyai landasan filosofis yang sama yaitu mengangkat harkat, martabat dan
mewujudkan cita-cita bangsa menuju Indonesia yang sejahtera dan berwibawa di
bawah naungan kesetaraan dan prestasi dengan landasan ketakwaan terhadap Tuhan
Yang Maha Esa. Dalam perwujudan masyarakat madani ataupun konsep yang terus
digulirkan adalah tertuangnya nilai-nilai demokrasi, hadirnya para elit yang
memberikan peluang kepada rakyat untuk menyuarakan aspirasinya, hadirnya
organisasi-organisasi non pemerintah yang mengawal dinamika demokrasi dan
kinerja pemerintah berkuasa serta tumbuh suburnya pewacanaan Hak Asasi Manusia,
Gender, Pluralisme, dan yang lainnya.Inti
keagamaan seperti Iman dan taqwa pada dasarnya adalah individual (hanya Allah
yang yang mengetahui Iman dan taqwa seseorang, seperti banyak ditegaskan dalam
ajaran itu sendiri). Kendati begitu, para pemeluk agama tidaklah berdiri sendiri
sebagai pribadi-pribadi yang terpisah. Mereka membentuk masyarakat atau
komunitas. Setingkat dengan kadar intensitas keagamaannnya itu, masyarakat atau
komunitas yang mereka bentuk bersifat sejak dari yang sangat agamis sampai
kepada yang kurang atau tidak agamis.
Masyarakat
madani yang dicontohkan oleh Nabi pada hakekatnya adalah reformasi total
terhadap masyarakat yang hanya mengenal supremasi kekuasaan pribadi seorang
raja seperti yang selama itu menjadi pengertian umum tentang negara. Meskipun
secara eksplisit Islam tidak berbicara tetang konsep politik, namun wawasan
tentang demokrasi yang menjadi elemen dasar kehidupan politik masyarakat madani
bisa ditemukan di dalamnya. lihatlah betapa reformasi yang dilakukan oleh Islam
dimana ketika hari-hari menjelang wafatnya Nabi Muhammad SAW, ia menyampaikan
sebuah wasiat dalam pidatonya di Padang Arafah pada waktu menunaikan ibadah
haji, atau yang sering dikenal dengan Khut}bat al-Wada’ (Pidato
Perpisahan). Nabi mengatakan:
“Wahai
manusia, dengarkanlah ucapanku; aku sesungguhnya tidak tahu apakah aku masih
akan bertemu setelah ini. Wahai
manusia, sesungguhnya jiwamu dan harta bendamu adalah suci (harus dihormati).
Aku telah sampaikan ini. Barang siapa
yang diberi amanat, tunaikanlah amanat itu. Sesungguhnya
riba harus dihapuskan, Jangan
menganiaya dan jangan dianiaya. Wahai manusia, sesungguhnya kamu punya hak yang
harus dipenuhi oleh isteri-isterimu, dan mereka juga punya hak yang harus
engkau penuhi. Sungguh aku telah sampaikan ini. Wahai
Tuhan, aku telah sampaikan. Wahai manusia,
aku telah sampaikan. Ya Tuhan
saksikanlah ini”.
Wawasan demokrasi yang
di hidupkan adalah yang tecermin dalam prinsip persamaan (equality),
kebebasan, hak-hak asasi manusia serta prinsip musyawarah. Adapun
langkah-langkah strategis yang dilakukan oleh nabi pada masa pembangunan
masyarakat madani adalah dengan terwujudnya Piagam Madinah. Teks Piagam Madinah
ini kurang lebih mencakup 47 pasal, inilah yang oleh Ibnu Hisyam disebut
sebagai undang-undang dasar negara dalam pemerintahan Islam yang pertama, yang
sukses mempersatukan beberapa golongan, suku, budaya, agama dalam rumpun yang
satu yakni Madinah.
Konsep masyarakat
madani semula dimunculkan sebagai jawaban atas usulan untuk meletakkan peran
agama ke dalam suatu masyarakat multikultural. Multikultural merupakan produk
dari proses demokratisasi yang
sedang berlangsung terus menerus yang kemudian memunculkan ide pluralistik dan
implikasinya kesetaraan hak individual. Masyarakat
madani adalah sebuah masyarakat demokratis di mana para anggotanya menyadari
akan hak-hak dan kewajibannya dalam menyuarakan pendapat dan mewujudkan
kepentingan-kepentingannya di mana pemerintahannya memberikan peluang yang
seluas-luasnya bagi kreatifitas warga negara untuk mewujudkan program-program
pembangunan di wilayahnya. Namun demikian,
masyarakat madani bukanlah masyarakat yang sekali jadi, yang hampa udara, taken
for granted. Masyarakat madani adalah konsep yang cair yang dibentuk dari
poses sejarah yang panjang dan perjuangan yang terus menerus. Masyarakat madani
adalah komunitas yang sadar hukum, memiliki integritas dan semangat yang
tinggi, serta tertanam kuat di dalam kepribadian setiap warganya baik
pemerintah maupun sipil yaitu nilai-nilai Ketuhanan Ilahiyyah
yang
mampu membawa pengaruh positif dalam peradaban dan kebudayaan.Masyarakat madani
adalah sebuah masyarakat demokratis di mana para anggotanya menyadari akan
hak-hak dan kewajibannya dalam menyuarakan pendapat dan mewujudkan
kepentingan-kepentingannya di mana pemerintahannya memberikan peluang yang
seluas-luasnya bagi kreatifitas warga negara untuk mewujudkan program-program
pembangunan di wilayahnya. Namun demikian,
masyarakat madani bukanlah masyarakat yang sekali jadi, yang hampa udara, taken
for granted. Masyarakat madani adalah konsep yang cair yang dibentuk dari
poses sejarah yang panjang dan perjuangan yang terus menerus. Masyarakat madani
adalah komunitas yang sadar hukum, memiliki integritas dan semangat yang
tinggi, serta tertanam kuat di dalam kepribadian setiap warganya baik
pemerintah maupun sipil yaitu nilai-nilai Ketuhanan Ilahiyyah
yang
mampu membawa pengaruh positif dalam peradaban dan kebudayaan.
Dalam al Quran
Allah SWT menjelaskan “Serulah (manusia)
kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah, dan pelajaran yang baik dan bantahlah
mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu dialah yang lebih mengetahui
tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan dialah yang lebih mengetahui
orang-orang yang mendapat petunjuk”. [QS an-Nahl ayat 125].
Dalam perkembangan
kehidupan demokrasi ini, jika satu sama lain sudah bisa saling menguatkan untuk
bekerja sama dalam membangun, terlepas dari agama dan budaya apapun
menjadi bagian yang ikut terlibat dalam sosial kontrol untuk keberlanjutan
suatu negara, maka ini adalah jalan dalam mewujudkan negara yang berperadaban. Untuk
memasuki wilayah masyarakat madani yang berketuhanan ini maka mental harus di
persiapkan untuk mendampingi demokrasi yang lebih bermartabat, karena era
keterbukaan dan keadilan akan menjadi hambar jika para elit dan masyarakat nya
masih saling curiga. Sistem ini harus di bangun berlandaskan agama, pancasila
dan UUD 1945.
*Penulis Adalah Alumni Program Pasca Sarjana UIN Sunan KAlijaga Yogyakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar