Wakil Menteri Agama Nasaruddin
Umar menyatakan ajaran setiap agama yang tertuang dalam kitab sucinya
senantiasa menampilkan kemahalembutan, termasuk di dalam Al Quran di mana
kalimat arrahim (penyayang) terulang ratusan kali. Nabi Muhammad juga
terkenal sebagai pribadi lembut. Lalu
kenapa umat menampilkan karakter yang keras.
“Jadi kekerasan itu tidak ada tempatnya dalam
setiap agama, termasuk Islam,” tegas Nasaruddin pada Dialog Tokoh Lintas Agama
yang dihadiri pemuka dan tokoh agama provinsi Jambi di kediaman Gubernur Jambi,
Jumat (31/01/2014).
Menurut dia, selama ini kita
beragama terlalu maskulin. Maskulin identik dengan ketegaran. Padahal Tuhan
bagi semua agama adalah identik dengan the mother not the father, penuh
kelembutan bukan keperkasaan (kekerasan).
Nasaruddin mengatakan salah satu
cara merukunkan agama adalah mendalami agama masing-masing secara mendalam.
“Semakin tinggi mempelajari agama masing-masing maka akan berjumpa banyak
persamaan dengan agama lain,” ujar Wamenag.
Menurut dia saat ini diperlukan
UU untuk melindungi kelompok minoritas. Baginya, terlalu berlebihan munculnya
penolakan atas penerbitan UU ini. Padahal kita memiliki niat luhur
mempersatukan yang berserak untuk dilindungi. “Untuk itu dibutuhkan UU dan ketentuan,” tukasnya.
Menurut Wamenag, pendirian rumah
ibadah, penggunaan simbol-simbol agama menjadi sekian permasalahan yang ada
dalam konteks kehidupan umat beragama bangsa saat ini. “Semakin berjarak antara
tokoh agama dengan umatnya, maka sebagai tokoh agama kita gagal,” terang dia.
Saat ini, tren kebangkitan agama
terus berkembang dengan indeks positif khususnya di Indonesia, indikasinya
adalah nyaris tidak ada gereja yang kosong ini adalah indikasi positif. “Berbeda
dengan di belahan dunia Barat yang sudah kosong ditinggalkan umatnya atau
beralih fungsi jadi tempat komersial,” ujar dia.
Sumber: Kemenag.go.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar