Oleh : Erka Negarawan*
Dikutip dari salah satu
media online yang konon kabarnya merupakan media radikal untuk menebar isu
jihad, advokasi, pengkafiran dan lain sebagainya, dalam tulisan tersebut dalam
alinea pertama adalah “Innalillahi wa
inna ilaihi rojiun. Rupanya pasukan thaghut tidak akan pernah berhenti untuk
menghinakan dan menzalimi para pejuang Islam, terutama mujahid-mujahid yang
kini tengah ditawan dalam penjara mereka. Belum hilang dari ingatan kita
bagaimana antek thaghut menunjukan arogansinya di Lapas Batu, Nusakambangan,
kali ini kesewenang-wenangan dan kedzaliman di Lapas kembali terjadi.
Inilah dalam alinea pertama sebuah artikel berjudul “Fakta di Balik Penjara”. Hal menarik dalam kalimat terurai yang di sampaikan oleh media tersebut adalah
bahwa pertama karena ruangan privacy seperti kamar mandi yang tanpa tirai,
kemudian masalah jam besuk yang kurang dari tiga puluh menit, dan terakhir ketika
mendapat kunjungan dari rombongan ikhwan, pihak Lapas melalui sipirnya
menghembuskan isu bahwa para mujahid suka mengkafirkan seluruh tahanan dan napi
yang beragama Islam".
Untuk lebih jelas dalam
beberapa alinea berikutnya tulisan tersebut berbunyi seperti berikut:
” Untuk hanya
mendapatkan tirai kami harus beradu argumen dulu dengan para sipir disini…”, “Jam
kunjungan dibatasi walaupun pembezuk yang datang berkunjung dari daerah yang
jauh, waktu yang disediakan tidak lebih dari 30 menit. Tak jarang kami harus
bersitegang dengan sipir yang selalu mengawasi kami untuk meminta dispensasi
waktu. Setelah beradu argumen barulah bisa memperoleh 30 menit tambahan”. Fakta
lain yang kami peroleh adalah adanya ancaman dari para sipir kafir kepada
narapidana kasus umum yang diketahui sering berkomunikasi atau mengikuti ta’lim
yang diadakan para mujahid”.
Dari pembacaan terhadap
isi berita tersebut maka seolah ada yang kontra produktif dan di besar-besarkan,
bukankah dalam sebuah lapas memang di
batasi ruang, gerak, dan pemikiran nya jika ia memang seorang yang bisa
memberikan pengaruh di dalam dan di luar ruangan, karena pada hakikatnya
penjara atau tahanan sebagai jalan untuk merubah paradigma dan membuat efek
jera terhadap para tahanan nara pidana. Dalam kasus terorisme misalnya mereka
biasa membangun jaringan rahasia yang ia sungguh ibarat bola salju, mereka
menanamkan pikiran bukan dari hal formal pendidikan dan institusi, tapi ia
melakukan aktifitas cuci otak dengan intens melakukan pertemuan, mencoba
membongkar pemikiran, dan selanjutnya memasukkan ide-ide untuk melakukan
perlawanan, bahwa yang benar hanya dirinya dan selainnya adalah musuh bagi
keyakinannya.
Suatu hal yang perlu di
baca secara bijak adalah kalimat seolah kedzholiman dan meminta bantuan,
permusuhan terhadap orang yang melakukan diskriminasi yaitu kepada sipir dan petugas di
Lapas Batu Nusa Kambangan, permintaan keadilan ini di sampaikan dengan bahasa
yang sangat propokatif mengingat bahwa permintaan tahanan yang di sampaikan di
awal seperti tirai untuk kamar mandi dalam kalimat tersebut di atas berbunyi, “Untuk
hanya mendapatkan tirai kami harus beradu argumen dulu dengan para sipir disini”,
dispensasi besuk seperti dalam kalimat opini tersebut di atas akhirnya di
berikan tambahan waktu 30 menit, dan paling parahnya lagi adalah mengatakan seolah pihak lapas menjadi orang
yang menebar isu dengan mengatakan para mujahid yang sering membahasakan kafir
terhadap orang lain, namun ternyata dalam tulisan tersebut tidak sedikit bahasa
thagut, kafir, kedhzaliman, dan arogansi yang mereka sampaikan untuk menunjuk
pihak atau petugas lapas secara langsung.
Meminjam istilah Prof
Azyumardi Azra, Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah, mengatakan, menista agama
dan kekerasan atas nama agama sama-sama tidak dibenarkan. Ini sama hal nya kekerasan
tidak membawa bangsa pada perdamaian. Segala sesuatu hal yang di lakukan dengan
arogansi, kekerasan, justru akan menciptakan permusuhan dan kekeliruan yang
lebih besar dari pada agama itu sendiri, jika kita ingin membuat Islam sebagai rahmatan lil ‘alamin maka hal utama yang
harus di lakukan adalah dengan menunjukkan sikap yang bijak, damai, santun, penuh
harap kepada Allah SWT dan menumbuhkan jiwa sosial. bukankah kehidupan dunia
ini adalah tempat atau ladang untuk menghantarkan kita kepada keridhoannya
Allah SWT, jangan sampai seorang yang muslim menjadi bangkrut di akhirat, yaitu
dia yang suka melakukan fitnah, propaganda, kerusakan, dan segala bentuk
ketidak baikan ketika di dunia yang nanti di yaumil akhir orang akan
menuntutnya ketika ingin masuk ke surga, orang yang di sakiti, dizhalimi, dan
lingkungan yang sudah di rusak ini akan di minta pertanggung jawabannya oleh
yang merasa di rugikan dan terlebih-lebih Allah sang maha adil.
Menurut Prof. Dr.
Nazaruddin Umar, bahwa tidak ada tempatnya kekerasan dalam agama, maka
lakukanlah aktifitas sebaik mungkin demi amanah yang Allah SWT sudah berikan,
amanah besar, yang dapat memuliakan manusia tapi sekaligus menghinakan makhluk
bernama manusia ini jika tidak di jaga, di pelihagra, lidah, pikiran, tangan
dan seluruh anggota badan lainnya ke dalam kebaikan, kedamian, jika kebaikan
dan kedamian itu masih bisa menyelesaikan masalah, dan lebih di sukai oleh
penghuni langit dan bumi ini, maka tidak ada alasan untuk berkata nista dan
berbuat rusak hanya untuk kebenaran atau tepatnya pembenaran atas sebuah kesalahan.
Mari sikapi dengan bijak
hukuman yang ada,tanpa memandang buruk hukuman tersebut untuk di terima,
kecuali nyata kedzholiman di dalamnya, negara Indonesia adalah negara hukum
yang damai, dan bila ada kesalahan di dalamnya maka lakukanlah dan minta lah
keadilan secara hukum tanpa harus di hembuskan isu kedzhaliman, dan lain sebagainya
yang justru membuat orang yang awam semakin anti terhadap bangsa tercinta ini,
hendaknya antusiasme keberagamaan di jalankan dengan arah yang benar, agar
esensialitas Islam yang kita banggakan ini dapat di terima oleh manusia dan
umat lainnya, yaitu sempurna dan sesuai untuk setiap kondisi dan waktu. Tafakkaru.
*Penulis adalah Peminat
kajian, Sosial, Politik dan Keagamaan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar