Rabu, 31 Juli 2013

Islam Mayoritas di Indonesia, Tapi Bukan Islam Politik




Garis perjuangan untuk menerapkan syari’at Islam masih cukup populer di beberapa kelompok muslim di Indonesia. Sebagaimana diketahui persoalan ini sejatinya telah dibahas oleh para founding fathers kita. Hasilnya demi persatuan dan kesatuan bangsa Pancasila keluar sebagai juru selamat yang disepakati bersama.

Namun memang ada beberapa pihak yang dengan sengaja memelintir peristiwa sejarah tersebut seolah-olah umat Islam terpaksa menerima Pancasila. Terutama terkait dengan penghilangan 7 kata pada sila pertama. Artinya ada di antara umat Islam Indonesia merasa dirampok dengan penghapusan 7 kata tersebut.

Pakar sejarah Universitas Indonesia, Anhar Gonggong, tidak sepakat jika dikatakan bahwa umat Islam dengan terpaksa menerima penghapusan 7 kata pada sila pertama. Keputusan yang telah diambil dari umat Islam saat itu adalah keputusan sadar dan bijaksana.

“Harus dipahami, ada suatu proses yang sangat kritis saat itu,di mana prose situ harus menemukan penyelesaiannya. Ingat, kesepakatan itu diambil setelah melalui proses dialogis dan akhirnya diterima semua pihak. Di mana sisi “perampokannya”?  Jangan langsung mengatakan Islam menolak 18 Agustus itu (perumusan Pancasila) atau mengatakan “Umat Islam terpaksa menerima”. Jangan lupa saat itu kondisinya sangat kritis. Kita masih berada di bawah pengawasan Jepang dan baru sehari menjadi sebuah negara merdeka, lalu harus berusaha menegakan sendi-sendi sebuah negara”

Indonesia memang mayoritas penduduknya beragama Islam. Namun menurut Anhar bukan berarti mayoritas Islam politik yang bernafsu menformalkan syari’at Islam. terbukti pascareformasi parpol Islam selalu kalah, bahkan dengan partai politik baru yang kecil. Artinya memang syari’at Islam yang dijadikan dagangan parpol Islam tidak laku. [Mh]

Sumber: Lazuardi Birru

Tidak ada komentar:

Posting Komentar