Jumat, 29 November 2013

Terdakwah Teroris Thorik Dituntut 8 Tahun Penjara


Terdakwah kasus terorisme, Muhammad Thorik alias Thorik alias Alex bin Sukara dituntut 8 tahun penjara oleh Jaksa Penuntut Umum dalam sidang pembacaan tuntutan di Pengadilan Negari Jakarta Barat, Kamis, (23/5).
“Jaksa Penuntut Umum dengan ini menuntut pidana terhadap Thorik selama 8 tahun (penjara) karena terbukti bersalah melakukan tindak pidana terorisme,” kata Jaksa Penuntut Umum Rini Hartatie.
Tuntutan tersebut jauh lebih ringan dibandingkan dengan ancaman pidana yang sebelumnya didakwa kepada Thorik yaitu Pasal 15 jo Pasal 7 atau Pasal 15 jo Pasal 9 peraturan pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2002 yang telah ditetapkan menjadi UU No 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme dengan ancaman hukuman 15 tahun penjara.
Rini menjelaskan, tuntutan tersebut ditetapkan berdasarkan faktor-faktor yang meringankan karena terdakwa bertindak kooperatif. “Terdakwa sopan dalam persidangan, belum pernah melakukan tindak kejahatan sebelumnya, dia juga berjanji tidak akan mengulangi kesalahan. Dan terutama, dia menyerahkan diri,” kata Rini.
Dalam sidang pembacaan tuntutan yang berlangsung sekitar satu jam itu, Hakim Ketua Juferry F Rangka itu mengatakan akan menunda pembacaan pledoi hingga Kamis pekan depan (31/5).
Sementara itu, Kuasa Hukum Thorik, Akhyar, usai sidang menilai tuntutan itu terlalu tinggi untuk kliennya yang hanya terseret dalam perkara tersebut. “Thorik ketemu orang yang salah, dia hanya terseret,” kata Akhyar.
Thorik yang merupakan warga Jembatan Lima, Tambora Jakarta, dicurigai menyimpan bahan peledak di rumahnya saat melakukan uji coba perakitan bom untuk kepentingan jihad pada September 2012. Pria yang bekerja sebagai penjual pulsa itu melarikan diri setelah dicurigai warga. Namun, selang beberapa hari kemudian dia menyerahkan diri ke Pos Polisi Jembatan Lima, Jakarta Barat.
Thorik mengaku terlibat dalam ledakan yang terjadi di Beji, Depok, Jawa Barat. Dia juga mengaku akan menjadi eksekutor dalam salah satu aksi bom bunuh diri yang direncanakan dilakukan di Markas Korps Brimob Polda Metro, Kwitang, Jakarta Pusat; Pos Polisi di Salemba, Jakarta Pusat; dan komunitas Masyarakat Buddha terkait penindasan kaum Muslim Rohingya di Myanmar pada 10 September 2012.[az]

Sumber: Lazuardi Birru

Tidak ada komentar:

Posting Komentar