Kamis, 21 November 2013

Bebas Buta Aksara, Bukan Jaminan Paham Alquran


Lajnah Pentashihan Mushaf Alquran (LPMA) Balitbang Diklat Kementerian Agama menyelenggarakan Musyawarah Kerja Nasional (Mukernas) Ulama Alquran di Hotel Le Dian, Serang, Banteng, Selasa malam (22/05). Acara ini diagendakan akan berlangsung sampai dengan tanggal 24 Mei 2013.

Dalam sambutannya, Menteri Agama Suryadharma Ali menegaskan bahwa berbagai upaya yang memudahkan orang mengenal baca tulis Alquran memang telah berhasil membebaskan Indonesia dari buta aksara Alquran. Namun demikian, hal itu belum melenyapkan buta aksara pemahaman Alquran.

Mengutip ungkapan kolomnis Mesir, Ragab al-Banna, Menag mengatakan bahwa fenomena itu bisa disebut dengan istilah al-ummiyyah al-dîniyyah. “Istilah ini hemat saya tidak berlebihan, sebab terinspirasi dari sebuah ayat Alquran yang menyatakan: Dan di antara mereka ada yang buta huruf, tidak memahami Kitab Taurat, kecuali hanya berangan-angan dan mereka hanya menduga-duga,” kata dia.

Ayat ini, lanjut Menag, disebut dalam konteks kecaman Allah terhadap Bani Israil yang menyebut sebagian mereka sebagai ummiyyûn (buta huruf). “Bukan karena tidak bisa membaca dan menulis, tetapi lantaran mereka tidak memahami kitab suci,” terang Menag.

Menurut Menag, kalaupun memahami itu hanya sebatas dugaan dan perkiraan yang tidak didasari ilmu pengetahuan yang mendalam.

Menag menambahkan bahwa Malik Ben Nabi, seorang tokoh reformis dunia Islam asal Al-Jazair, menulis bahwa sebelum lima puluh tahun ini kita baru mengenal satu penyakit saja, yaitu kebodohan dan buta huruf. “Ini dapat disembuhkan,” katanya.

“Tetapi kini kita melihat penyakit baru yang sangat buruk, yaitu “sok pintar” dan mengaku “serbatahu”. Ini sangat sulit diobati, bahkan tidak bisa diobati,” imbuhnya.
Menag mengajak semua pihak untuk membangun ketahanan pemikiran dan pemahaman keagamaan bagi masyarakat dalam menghadapi gempuran berbagai paham dan budaya, melalui pendidikan agama dan keagamaan yang berkualitas.

Upaya membangun “al-amnul fikriyy” ini tidak kalah pentingnya dengan upaya pemerintah lainnya dalam membangun ketahanan pangan (al-amnu al-ghidzâ`iyy) dan ketahanan energi (amnu al-thâqah). “Kementerian Agama sangat berkepentingan dengan terbangunnya ketahanan pemikiran dan pemahaman keagamaan masyarakat. Sebab, pembangunan nasional akan berhasil antara lain dengan membangun kehidupan keagamaan yang berkualitas,” tegasnya.[az]

Sumber: Lazuardi Birru

Tidak ada komentar:

Posting Komentar