Senin, 16 September 2013

Ini Alasan Operasi Kontrateror Tertutup


Beberapa kalangan mengeluhkan pola operasi kontrateror Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror yang tertutup. Bahkan terkadang Densus 88 tidak melakukan koordinasi dengan kepolisian daerah atau resor setempat.
Menanggapi hal tersebut, Direktur Pembinaan Kemampuan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Brigjen Pol Rudy Sufahriadi, menjelaskan, hal tersebut dilakukan lantaran pergerakan teroris yang licin dan mampu berbaur dengan masyarakat.
“Teroris sangat rentan, bersembunyi dengan masyarakat. Karena sifat itulah kita tidak bisa terbuka,” kata Rudy, Kamis (21/3/2013).
Selain itu, lanjut mantan Kapolres Poso ini, jaringan kelompok teror sangat luas dan besar. Dia mencontohkan, sosok DPO terorisme Santoso yang sangat licin saat akan disergap petugas. Terakhir, pentolan kelompok teror Poso itu terdeteksi di Kalora, Poso Pesisir, namun saat akan disergap, aparat mendapatkan perlawanan dari warga sekitar dengan bom dan senjata api.
“Tertutup saja susah apalagi terbuka, makanya wilayah tidak diberi tahu. Contoh kita mau tangkap (teroris) di Jawa Tengah, saya beri tahu polisi wilayah, nanti malah ada patroli di situ,” tuturnya.
Contoh lain adalah ketika personelnya harus berurusan dengan kepolisian wilayah, di mana personelnya disangka sebagai pelaku perampokan toko emas. Meski ditahan, anggota Densus tersebut tidak membuka siapa dirinya. “Kalau dibuka, akan rusak semua operasi jaringannya,” jelas Rudy.
Begitu pula dengan seorang personel yang menyamar menjadi tukang baso gerobak saat upaya penangkapan kelompok teroris Palembang. Dia terpaksa dirawat di rumah sakit karena kena hunusan pisau orang tidak dikenal.
“Dia enggak pernah mengaku polisi. Meski dia membawa pistol, dia enggak menembak, dan memilih berobat ke rumah sakit, daripada operasinya terbuka semua,” cerita Rudy. (sf)

Sumber: Lazuardi Birru

Tidak ada komentar:

Posting Komentar