Indonesia menjadi tuan rumah Konferensi
Internasional tentang Fatwa Tahun 2012 yang akan diselenggarakan di
Hotel Borobudur, Jakarta, 24–26 Desember 2012 dan diharapkan akan dibuka
Menko Kesra Agung Laksono.
“Kegiatan itu merupakan kerja sama antara Kementerian Agama RI dengan Rabithah Alam Islami (The Muslim World League),” kata Sekjen Kementerian Agama Bahrul Hayat kepada pers di Jakarta, Rabu, 19/12/2012.
Hadir pada kesempatan itu Kepala Pusat
Informasi dan Humas, Zubaidi, Kepala Biro Hukum dan Kerja sama luar
negeri, Mubarok, Kepala Biro Keuangan Fauzan, Kepala Biro Umum Kemenag
Burhanuddin dan sejumlah pejabat lainnya.
Bahrul Hayat menjelaskan, konferensi mengangkat tema Fatwa and Social Change
(Fatwa dan Perubahan Sosial), Konferensi internasional itu akan diikuti
oleh 300 peserta dari 20 negara (Brunei Darussalam, Papua Nugini,
Jepang, Taiwan, China, Korea Selatan, Rusia, Kamboja, Vietnam,
Singapore, Malaysia, Serbia, Turkey, United Kingdom, Saudi Arabia,
Jordania, Laos, Thailand, Phillipines, dan Timor Leste) yang terdiri
dari para menteri agama, kalangan profesional, akademisi, dan praktisi
di bidang fatwa, dan praktisi media.
Sekjen Kementerian Agama, Bahrul Hayat,
juga menegaskan bahwa penyelenggaraan konferensi ini dilatarbelakangi
oleh beberapa pokok pikiran berikut, antara lain bahwa; pertama, Dunia
Islam saat ini sedang menghadapi berbagai masalah keagamaan kontemporer
yang status hukumnya belum didefinisikan dan dikonfirmasi, baik dalam
Alquran atau Sunnah.
Beberapa di antaranya bahkan sangat
sensitif dan kontroversial bagi umat Islam sendiri. Fenomena ini tentu
saja sangat bermasalah bagi umat Islam karena dapat menimbulkan keraguan
dan mengganggu pelaksanaan hukum Islam. Untuk mengurangi masalah ini,
diperlukan upaya merumuskan kembali hukum Islam dan itu bisa dilakukan
melalui mekanisme fatwa.
Kedua, fatwa merupakan produk hukum yang
bersumber dari hasil penafsiran terhadap Alquran dan Hadis yang
berkaitan dengan cara hidup Islami. Selama ini, fatwa terbukti efektif
dalam memberikan bimbingan dan kepastian hukum bagi umat Islam untuk
menghadapi isu-isu agama yang belum jelas. Hal ini menunjukkan bagaimana
fatwa mempunyai posisi penting dalam kehidupan beragama Muslim.
Ketiga, kebutuhan fatwa muncul, misalnya
ketika ada perbedaan pandangan dan kebingungan yang terkait dengan
isu-isu agama Islam. Fatwa berperan penting sebagai media mendialogkan
doktrin Islam dengan berbagai peristiwa dalam kehidupan sehari-hari
muslim. Lebih jauh lagi, fatwa berkontribusi untuk menjadikan Islam
sebagai bagian dari atau bahkan terintegrasi dengan transformasi
sosio¿politik kehidupan kaum muslimin.
Keempat, kualitas fatwa harus selalu
dijaga. Dalam konteks ini, para ahli, akademisi, dan praktisi di seluruh
dunia hukum Islam wajib untuk terus meningkatkan kompetensi mereka
dalam memproduksi fatwa. Salah satu cara yang dapat ditempuh adalah
melalui pertukaran informasi mengenai metodologi dan obyek fatwa,
misalnya melalui konferensi internasional tentang fatwa.
Konferensi internasional yang diprakarsai oleh Kementerian Agama RI dan Rabithah Alam Islami (Muslim world League)
ini, lanjut Bahrul, bertujuan: a) membahas kontribusi fatwa dalam
kaitannya dengan transformasi sosio politik dan budaya kehidupan Muslim;
b) mengidentifikasi isu-isu krusial terkait ide dan praktek keagamaan
kaum Muslim; c) mengetahui tantangan dan solusi atas masalah yang muncul
akibat perubahan sosio¿religius kehidupan; dan d) mengidentifikasi
isu-isu strategis yang terkait manajemen kehidupan beragama.
Melalui konferensi ini, diharapkan bisa
terbentuk sebuah Badan Fatwa Internasional yang mampu memberikan solusi
terhdap kebutuhan hukum masyarakat Muslim dunia. Dan, berbarengan dengan
pembukaan konferensi internasional ini, akan diluncurkan Islamic Media
Webiste, sebagai bentuk tindak lanjut hasil rekomendasi Konferensi Media
Islam Internasional kedua pada Desember tahun lalu di Jakarta.
Media ini diharapkan, tegasnya lagi,
diharapkan dapat menjadi pusat komunikasi masyarakat dunia yang
berkenaan dengan informasi keislaman yang berimbang seperti counter atas
isu- isu negatif tentang Islam, promosi Islam rahmatan lil Alamin, dan
sarana “interfaith dialogue”.[Az]
Sumber: Lazuardi Birru
Tidak ada komentar:
Posting Komentar