Selasa, 18 Februari 2014

Mahathir: Perang Tak Berbeda dengan Kriminalisme




Mantan Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohamad menyebut perang sebagai salah satu tindakan kriminal. Menurutnya, seorang pembunuh adalah sama dengan seorang prajurit yang membunuh prajurit lawan.

"Ketika perang berlangsung, kau membunuh banyak orang. Lalu kau pulang ke negaramu mendapatkan banyak penghargaan dan disebut sebagai pahlawan," kata Mahathir dalam acara Second Launching Mahathir Global Peace School di Kuala Lumpur, Malaysia, Senin (17/2/2014).

Turut hadir dalam acara ini mantan wakil presiden RI Jusuf Kalla, Ketua Umum PP Muhamadiyah Din Syamsudin, dan Rektor Universitas Muhamadiyah Yogyakarta Bambang Cipto.

"Satu sisi pembunuh dihukum, sementara pembunuh ratusan nyawa dalam perang dianggap pahlawan. Ini janggal dan tidak logis," ujar Mahathir.

Kritik keras terhadap motif perang dan dampaknya dilontarkan Mahathir di hadapan puluhan akademisi dari beragam negara seperti Indonesia, Singapura, dan Afrika. Mahathir memimpikan sebuah dunia tanpa perang, dan kehidupan damai dalam keberagaman.

"Betapa bersyukurnya saya, kini Global Peace School telah menyebar ke Indonesia dan Malaysia. Tak lama lagi, seluruh dunia akan menilai perang sebagai tindakan kriminal," ujar Mahathir.

Sementara itu, Jusuf Kalla menilai perang muncul karena sejarah menunjukkan ada kesenjangan kekuatan ekonomi dan sumber daya yang dimiliki setiap negara.

"Terkadang, mereka membuat alasan untuk memunculkan perang. Tapi melalui kesamaan ekonomi, kompromi, dan diplomasi, maka kita akan merubah sistemnya," katanya.

Sumber: Detik

Senin, 17 Februari 2014

Presiden Ajak Aplikasikan Nilai Islam dengan Benar




Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengajak semua pihak untuk dapat mengaplikasikan nilai-nilai Islam secara benar sehingga membawa kebaikan.

"Saya juga sampaikan harapan dan ajakan saya agar umat Islam bisa membumikan nilai-nilai yang Islami demi kebaikan umat, bangsa dan dunia," kata Presiden dalam akun twitternya @SBYudhoyono, Sabtu (15/2/2014) malam.

Presiden mengatakan ajakan itu sejalan dengan pernyataan Pangeran asal Arab Saudi Khalid bin Sultan Abdul Aziz dalam acara silaturahim peserta Musabaqoh hafalan Quran dan hadis yang dihadiri Presiden di Istana Negara, Jumat (14/2) lalu.

"Saya menggarisbawahi apa yang disampaikan Pangeran Khalid tentang jalan tengah serta perlunya sikap moderat dan toleran bagi umat Islam," kata Presiden.

Kepala Negara menambahkan,"Pangeran Khalid juga menyerukan sikap anti-ekstimisme dan terorisme dan perlunya dialog untuk ciptakan perdamaian dunia."

Sumber: Antara

Radikalisme Agama Akibat Pemahaman Sempit




Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Ansyaad Mbai mengatakan, radikalisme terbentuk salah satunya karena merasa paling paham terhadap ajaran agama. Akibatnya mereka menghakimi dan menghabiskan orang-orang yang tak sepaham dengan mengatasnamakan perintah Tuhan.

"Kelompok itu merasa paling benar dan kelompok yang akan masuk surga, sedangkan kelompok lainnya adalah sesat atau kafir," kata Ansyaad Mbai dalam wisuda STAI Aljawami di Aula STIA LAN Jatinangor, Sabtu (15/2/2014).

Menurut Ansyaad Mbai, dari penelusuran aliran-aliran pemahaman agama di Mesir dan Yaman yang kerap menjadi rujukan Muslimin Indonesia mendapatkan gambaran kesalahpahaman itu.

"Hasilnya ada dua paham yang meresahkan dan menyesatkan yakni tafkiri dan tafjiri. Tafkiri yakni faham mengafirkan orang-orang yang tak sefaham, sedangkan tafjiri adalah perilaku kekerasan malah dengan bom karena merasa diperintah Tuhan," katanya.

Bom bunuh diri mengatasnamakan jihad, kata Ansyaad, merupakan tindakan yang keliru dalam memahami Islam. "Orang-orang itu belum selesai dalam mengaji Alquran karena hanya mendengarkan pengajian ayat-ayat yang bernada kemarahan. Padahal, di dalam Alquran itu lebih banyak ayat tentang perdamaian dan kesejahteraan," katanya.

Sumber: Pikiran Rakyat