Sabtu, 31 Agustus 2013

Pemprov Jatim Segera Bentuk FKPT Tingkat Kabupaten/Kota



Pemerintah Provinsi Jawa Timur berencana membentuk Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) di tingkat Kabupaten Kota. Pasalnya, teroris biasanya bersembunyi di daerah pinggiran kota atau pedesaan, sehingga menjadi tanggung jawab pemerintah daerah setempat.

Hal tersebut diungkapkan oleh Sekretaris Daerah Provinsi Jatim, Dr. H. Rasijo usai membuka acara Rapat Koordinasi Pencegahan Teroris di Provinsi Jatim, di Surabaya, Rabu (20/3/2013).
“Karena sekarang ini era otonomi daerah, maka kami akan melibatkan pemerintah setempat. Jika mereka tidak diajak bekerjasama maka akan sangat sulit untuk melakukan pencegahan. Sebab, teroris itu ‘kan keberadaanya di daerah pedesaan atau pinggiran,” ujarnya.

Ia menerangkan, setelah FKPT tingkat provinsi Jatim terbentuk, Pemprov akan secepatnya membentuk forum yang sama di tingkat kabupaten/kota di Jatim untuk mengintensifkan komunikasi dengan pemerintah daerah dan tokoh masyarakat setempat. “Nantinya akan ada pemetaan, pencegahan, dan penindakan,” imbuhnya.
Dalam kesempatan tersebut, Rasijo menegaskan, wilayah Jawa Timur dalam kondisi aman dari berbagai gangguan keamanan, termasuk terorisme. Hal itu lantaran pihaknya berkoordinasi secara rutin dengan sejumlah tokoh masyarakat, ulama, dan pemerintah kabupaten/kota di Jatim.

“Kuncinya komunikasi dengan pemerintah daerah dan tokoh masyarakat. Kalau ada tindakan tentang agama kita bekerjasama dengan tokoh agama. Kalau masalah kemiskinan kita bekerjasama dengan pemerintah daerah,” tandasnya.

Mendukung pernyataan Rasijo, Direktur Deradikalisasi Badan Nasional Penanggulangan Teroris (BNPT), Prof. Dr. Irfan Idris MA mengatakan, penanggulangan aksi terorisme tidak bisa dilakukan oleh pemerintah semata, melainkan diperlukan partisipasi aktif dari berbagai komponen bangsa.

“Deradikalisasi sebagai upaya pencegahan dan penangkalan terhadap aksi terorisme harus dilakukan secara bersama-sama, berkesinambungan, dan bertumpu pada peran aktif jajaran pemerintahan daerah dan komponen masyarakat yang ada di daerah,” katanya.

Dalam hemat dia, koordinasi antara instansi pemerintahan dan komponen masyarakat di daerah merupakan upaya untuk menyinergikan segala potensi dalam upaya pencegahan aksi terorisme. Dibentuknya FKPT, sambung Irfan, merupakan langkah strategis untuk menjadi wadah sinergitas potensi daerah dalam melakukan upaya pencegahan aksi terorisme.

“Forum ini dapat menjadi mitra strategis BNPT dalam melakukan upaya pencegahan munculnya kelompok teror. Upaya yang dilakukan bisa dalam bentuk penyadaran kepada masyarakat tentang bahaya terorisme, pola perekrutan, transformasi ideologi terorisme maupun dalam memberdayakan kemampuan masyarakat untuk melakukan sistem deteksi dini,” ungkapnya. (sf)

Sumber: Lazuardi Birru

Jumat, 30 Agustus 2013

Remaja Rentan Direkrut Jadi “Pengantin”



Semua komponen masyarakat harus memberikan perhatian serius kepada remaja sebagai generasi bangsa agar tidak terlibat dalam aksi-aksi kekerasan seperti tawuran dan tindakan anarkis lainnya. Pasalnya remaja yang gemar terlibat aksi anarkis, tawuran, serta memiliki mental dan keberanian yang berlebihan, lebih rentan direkrut menjadi “pengantin” (pelaku teror bom)

Hal itu diungkapkan oleh pengajar FISIP UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dalam Diskusi Publik bertema “Peran Serta Dunia Pendidikan dalam Mencegah Terorisme” yang dihadiri ratusan pelajar SMA/SMK Kota Tangeran Selatan, Banten, Rabu, (20/3/2013).

Menurut Zaki, remaja yang memiliki keberanian dan semangat berlebihan untuk mencederai orang lain berarti menyimpan benih teror. Saat itulah, dengan disuntik dogma agama yang keliru remja rawan direkrut pihak tertentu untuk kegiatan terorisme.

“Kita mengkhawatirkan anak muda jika tidak bisa menahan emosinya tetapi malah mengikuti nafsu anarkis dan bertemu dengan pelaku terorisme, hal itu sangat mudah bagi mereka untuk merekrut anak muda tersebut,” ungkap Zaki seperti dikutip laman Radar Banten.

Dalam hemat dia, keterlibatan pelajar dalam aksi terorisme telah dibuktikan dengan tertangkapnya sejumlah remaja termasuk pelajar SMA dan SMK oleh tim Detasemen Khusus 88 (Densus) Antiteror Polri.
“Ini harus diantisipasi sejak dini. Jika tidak, pelajar mudah dipengaruhi untuk dicuci otak dan masuk ke dalam lingkaran terorisme,” katanya.

Lebih lanjut ia menyatakan, semua pihak baik aparat berwenang maupun masyarakat sipil haris berintrospeksi atas kenyataan ini. Instrospeksi itu bisa dilakukan mulai dari keluarga, lingkungan, sekolah, dan masyarakat umum.
“Remaja yang pintar adalah mereka yang bisa menentukan sikap, tidak mudah dicekoki oleh ideologi kebencian,” paparnya.

Dalam catatan redaksi, pada tahun Pada tahun 2011, enam anggota kelompok ightiyalat yang ditangkap karena terlibat serangkaian percobaan teror bom di Klaten Jawa Tengah dan sekitarnya, baru berumur belasan tahun.

Sedangkan pada 2012, ada 7 anak dalam kategori usia tersebut yang ditangkap. Dua anak terlibat jaringan Al-Qaeda Indonesia dan lima anak ikut serta dalam serangkaian teror pos polisi di Solo Jawa Tengah, Agustus 2012. (Fiq)

Sumber: Lazuardi Birru

Kamis, 29 Agustus 2013

Peduli dan Berbagi Inti Kesetiakawanan Sosial



Inti dari kesetiakawanan soaial adalah peduli dan berbagi. Hal itu diungkapkan Menteri Sosial Republik Indonesia, Salim Segaf Al Jufri. Menurut dia, kepekaan hati untuk berbagi tidak harus dengan menggunakan uang saja, tapi ilmu, tenaga, waktu pun layak untuk dibagi.

Menurut dia, para pejuang Indonesia terdahulu yang berjuang tanpa pamrih tidak hanya mengidamkan Indonesia yang merdeka semata. Tapi mereka berjuang untuk Indonesia yang masyarakatnya sejahtera, damai, santun serta adil dan untuk mewujudkan hal itu tentu tidak mudah.

Kementerian Sosial sendiri pada beberapa waktu lalu telah menerima informasi bahwa di Kabupaten Bone Bolango terdapat banyak rumah tidak layak huni. “Kami pun tergerak untuk membuatkan sebagian warga di Kabupaten ini rumah yang layak huni,” kata Salim.

Salim menegaskan, pihaknya bukanlah kementrian perumahan dan oleh karena itu kemampuan untuk membangun rumah di seluruh indonesia maksimal hanya 20.000 unit rumah saja. “Tetapi rumah yang kita bangun adalah sarana untuk membangkitkan semangat kesetiakawanan sosial,” imbuhnya.

Menurut dia, program bedah kampung yang dipusatkan Desa Monano, Kecamatan Bone, Kabupaten Bone Bolango, Provinsi Gorontalo diharapkan bisa memberi secercah harapan bagi para keluarga miskin di daerah itu.[az]

Sumber: Lazuardi Birru