Jumat, 29 November 2013

Terdakwah Teroris Thorik Dituntut 8 Tahun Penjara


Terdakwah kasus terorisme, Muhammad Thorik alias Thorik alias Alex bin Sukara dituntut 8 tahun penjara oleh Jaksa Penuntut Umum dalam sidang pembacaan tuntutan di Pengadilan Negari Jakarta Barat, Kamis, (23/5).
“Jaksa Penuntut Umum dengan ini menuntut pidana terhadap Thorik selama 8 tahun (penjara) karena terbukti bersalah melakukan tindak pidana terorisme,” kata Jaksa Penuntut Umum Rini Hartatie.
Tuntutan tersebut jauh lebih ringan dibandingkan dengan ancaman pidana yang sebelumnya didakwa kepada Thorik yaitu Pasal 15 jo Pasal 7 atau Pasal 15 jo Pasal 9 peraturan pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2002 yang telah ditetapkan menjadi UU No 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme dengan ancaman hukuman 15 tahun penjara.
Rini menjelaskan, tuntutan tersebut ditetapkan berdasarkan faktor-faktor yang meringankan karena terdakwa bertindak kooperatif. “Terdakwa sopan dalam persidangan, belum pernah melakukan tindak kejahatan sebelumnya, dia juga berjanji tidak akan mengulangi kesalahan. Dan terutama, dia menyerahkan diri,” kata Rini.
Dalam sidang pembacaan tuntutan yang berlangsung sekitar satu jam itu, Hakim Ketua Juferry F Rangka itu mengatakan akan menunda pembacaan pledoi hingga Kamis pekan depan (31/5).
Sementara itu, Kuasa Hukum Thorik, Akhyar, usai sidang menilai tuntutan itu terlalu tinggi untuk kliennya yang hanya terseret dalam perkara tersebut. “Thorik ketemu orang yang salah, dia hanya terseret,” kata Akhyar.
Thorik yang merupakan warga Jembatan Lima, Tambora Jakarta, dicurigai menyimpan bahan peledak di rumahnya saat melakukan uji coba perakitan bom untuk kepentingan jihad pada September 2012. Pria yang bekerja sebagai penjual pulsa itu melarikan diri setelah dicurigai warga. Namun, selang beberapa hari kemudian dia menyerahkan diri ke Pos Polisi Jembatan Lima, Jakarta Barat.
Thorik mengaku terlibat dalam ledakan yang terjadi di Beji, Depok, Jawa Barat. Dia juga mengaku akan menjadi eksekutor dalam salah satu aksi bom bunuh diri yang direncanakan dilakukan di Markas Korps Brimob Polda Metro, Kwitang, Jakarta Pusat; Pos Polisi di Salemba, Jakarta Pusat; dan komunitas Masyarakat Buddha terkait penindasan kaum Muslim Rohingya di Myanmar pada 10 September 2012.[az]

Sumber: Lazuardi Birru

Kamis, 28 November 2013

Ingin Jadi Warga Negara yang Baik, Terdakwa Terorisme Minta Maaf


Terdakwa kasus terorisme Muhammad Thorik menjalani sidang perdana dalam kasus yang menjeratnya di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Kamis (23/5). Sebelum sidang dibuka, Thorik menyampaikan permintaan maaf pada mayarakat Indonesia atas kejahatannya terlibat dalam tindak pidana terorisme. “Saya ingin menjadi warga negara yang baik dengan tidak melawan negara,” kata Thorik.
Dia juga mengungkapkan keinginannya agar segera bisa berkumpul kepada keluarganya jika semua proses hukumnya selesai. Menggunakan peci putih dan baju tahanan orange, Thorik terlihat gugup saat mulai duduk di kursi pesakitan. “Saya tegang,” ungkapnya.
Muhammad Thorik alias Thorik alias Alex Bin Sukara didakwa sebagai perakit bom dan didakwa melanggar Pasal 15 Junto Pasal 7 atau Pasal 15 junto Pasal 9 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Dia terancam hukuman 15 tahun penjara.
Thorik adalah anggota jaringan teroris Depok dan Solo yang menyimpan bahan peledak di rumahnya. Pada 5 September 2012, polisi menemukan bahan peledak di rumahnya Jalan teratai 7 RT 02 RW 04 Tambora, Jakarta Barat.
Hakim Juferi S Rangga memimpin sidang perkara ini dan jaksa Rini Hartatie membacakan tuntutam. Dalam sidang tersebut, Thorik dituntut 8 tahun penjara.[az]

Sumber: Lazuardi Birru

Rabu, 27 November 2013

Memahami Teks Alquran Harus Seiring Realitas


Dalam Musyawarah Kerja Nasional (Mukernas) Ulama Alquran di Serang, Banten yang berlangsung 21-23 Mei 2013, Direktur Pusat Studi Alquran (PSQ) Jakarta, Muhammad Quraish Shihab berpesan agar peserta benar-benar memahami teks Aquran dan realitas yang berkembang. “Teks itu perlu. Sebab, Alquran adalah sumber dari Allah. Teks Allah yang susun untuk kepentingan umat manusia sepanjang masa,” kata Quraish Shihab, Rabu (22/5).
“Dan karena Alquran dari Allah, bukan hasil budi daya manusia maka Alquran bukan budaya,” imbuhnya.
Menurut Quraish, teks mengandung berbagai makna. Karena itu, kata dia, kita dapat memilih salah satu makna-makna itu sesuai dengan perkembangan masyarakat dan budaya yang berkembang. Dengan demikian pemahaman kita bisa berbeda dengan masyarakat lalu atau sebelumnya. “Saya kira, memahami teks Alquran harus sambil memahami realitas. Realitas saja tak memuaskan. Teks saja tanpa realitas juga tak memuaskan,” ungkapnya.
Pada Mukernas tersebut, pakar tafsir Indonesia ini juga membedah Tafsir Tematik yang disodorkan panitia pelaksana. Ada beberapa judul, di antaranya: “Jihad: Makna dan Implementasinya”, “Alquran dan Isu-Isu Kontemporer”, “Moderasi Islam”, serta “Kenabian (Nubuwah) dalam Alquran”. Termasuk pula Tafsir Ilmi bertajuk “Kisah Nabi Pra Ibrahim dalam Al-quran”, “Hewan dalam Perspektif Alquran dan Sains”, “Seksualitas dalam Perspektif Alquran dan Sains”, serta “Manfaat Benda-Benda Langit dalam Perspektif Alquran dan Sains”. [az]

Sumber: Lazuardi Birru

Kamis, 21 November 2013

Bebas Buta Aksara, Bukan Jaminan Paham Alquran


Lajnah Pentashihan Mushaf Alquran (LPMA) Balitbang Diklat Kementerian Agama menyelenggarakan Musyawarah Kerja Nasional (Mukernas) Ulama Alquran di Hotel Le Dian, Serang, Banteng, Selasa malam (22/05). Acara ini diagendakan akan berlangsung sampai dengan tanggal 24 Mei 2013.

Dalam sambutannya, Menteri Agama Suryadharma Ali menegaskan bahwa berbagai upaya yang memudahkan orang mengenal baca tulis Alquran memang telah berhasil membebaskan Indonesia dari buta aksara Alquran. Namun demikian, hal itu belum melenyapkan buta aksara pemahaman Alquran.

Mengutip ungkapan kolomnis Mesir, Ragab al-Banna, Menag mengatakan bahwa fenomena itu bisa disebut dengan istilah al-ummiyyah al-dîniyyah. “Istilah ini hemat saya tidak berlebihan, sebab terinspirasi dari sebuah ayat Alquran yang menyatakan: Dan di antara mereka ada yang buta huruf, tidak memahami Kitab Taurat, kecuali hanya berangan-angan dan mereka hanya menduga-duga,” kata dia.

Ayat ini, lanjut Menag, disebut dalam konteks kecaman Allah terhadap Bani Israil yang menyebut sebagian mereka sebagai ummiyyûn (buta huruf). “Bukan karena tidak bisa membaca dan menulis, tetapi lantaran mereka tidak memahami kitab suci,” terang Menag.

Menurut Menag, kalaupun memahami itu hanya sebatas dugaan dan perkiraan yang tidak didasari ilmu pengetahuan yang mendalam.

Menag menambahkan bahwa Malik Ben Nabi, seorang tokoh reformis dunia Islam asal Al-Jazair, menulis bahwa sebelum lima puluh tahun ini kita baru mengenal satu penyakit saja, yaitu kebodohan dan buta huruf. “Ini dapat disembuhkan,” katanya.

“Tetapi kini kita melihat penyakit baru yang sangat buruk, yaitu “sok pintar” dan mengaku “serbatahu”. Ini sangat sulit diobati, bahkan tidak bisa diobati,” imbuhnya.
Menag mengajak semua pihak untuk membangun ketahanan pemikiran dan pemahaman keagamaan bagi masyarakat dalam menghadapi gempuran berbagai paham dan budaya, melalui pendidikan agama dan keagamaan yang berkualitas.

Upaya membangun “al-amnul fikriyy” ini tidak kalah pentingnya dengan upaya pemerintah lainnya dalam membangun ketahanan pangan (al-amnu al-ghidzâ`iyy) dan ketahanan energi (amnu al-thâqah). “Kementerian Agama sangat berkepentingan dengan terbangunnya ketahanan pemikiran dan pemahaman keagamaan masyarakat. Sebab, pembangunan nasional akan berhasil antara lain dengan membangun kehidupan keagamaan yang berkualitas,” tegasnya.[az]

Sumber: Lazuardi Birru

Rabu, 20 November 2013

Alquran Memiliki Posisi Sentral dalam Kehidupan Umat


Menteri Agama Suryadharma Ali mengatakan, sebagai kitab suci yang berisikan firman Tuhan, Alquran memiliki posisi sentral dalam kehidupan umat Islam. Karena itu tidak berlebihan, bila ada yang mengatakan, peradaban Islam adalah “peradaban teks” (hadhâratu al-nashsh), dalam arti peradaban yang lahir dari hasil interaksi manusia dengan teks dan alam semesta.

Penegasan tersebut disampaikan Menag Suryadharma Ali saat membuka Musyawarah Kerja Nasional (Mukernas) Ulama Al-quran di Serang, Banteng, Selasa malam (22/05). Menag mengatakan, interaksi dengan Alquran tidak hanya dengan membaca dan menghafalnya, tetapi lebih dari itu, memahami, menghayati dan mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari.

Dengan begitu, Alquran akan terasa hadir dalam kehidupan, berbicara dengan manusia di setiap ruang dan waktu, serta memberikan solusi bagi berbagai persoalan kemanusiaan. Itulah maksud di balik pesan Imam Ali karramallâhu wajhah, dzâlikal kitâb fastanthiqûhu (itulah Alquran yang agung, maka ajaklah ia berbicara).

Menag mengungkapkan bahwa persoalan kitab suci memang bukan hanya persoalan teks. Sejarah telah membuktikan, Alquran adalah kitab suci yang terpelihara kesahihan dan keaslian teks-teksnya. Jaminan keterpeliharaannya dinyatakan sendiri oleh Allah dalam firmannya, Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan Alquran, dan pasti Kami (pula) yang memeliharanya (QS. Al-Hijr : 9)
“Dalam prosesnya, tentu dengan keterlibatan banyak pihak, seperti para penghafal Alquran, penerbit dan percetakan Alquran, dan sebagainya,” ungkapnya.

Mukernas Ulama Alquran diselenggarakan oleh Lajnah Pentashihan Mushaf Alquran (LPMA) Balitbang Diklat, Kementerian Agama. LPMA sudah berkiprah sejak 1957 dalam bentuk tim ad hoc di Kementerian Agama. Sejak 2007, LPMA menjadi Unit Pelaksana Teknis (UPT) di bawah binaan Badan Litbang dan Diklat. Dalam perjalanan kiprahnya, LPMA terus berupaya menjaga kesahihan teks Alquran.
Melalui LPMA, lanjut Menag, Pemerintah ingin memastikan agar tidak ada kesalahan, sekecil apa pun, di dalam mushaf yang beredar di Indonesia. “Dalam berbagai kesempatan, saya tidak bosan-bosan mengingatkan kepada masyarakat, agar segera melaporkan kepada Kementerian Agama bila ditemukan kesalahan dalam mushaf Alquran yang beredar,” pesan Menag.[az]

Sumber: Lazuardi Birru

Senin, 18 November 2013

Menag: Perlu Pemahaman Inklusif bagi Kerukunan


Seiring dengan semakin kompleksnya tantangan kehidupan keagamaan yang begitu dinamis, masyarakat Muslim Indonesia membutuhkan pemahaman yang mendalam terhadap Alquran. Keragaman masyarakat Indonesia dari segi agama, budaya, suku dan etnis, menuntut adanya pemahaman yang inklusif agar tercipta kerukunan dan keharmonisan. Penegasan ini disampaikan Menteri Agama Suryadharma Ali saat membuka Musyawarah Kerja Nasional (Mukernas) Ulama Alquran di Serang, Banteng, Selasa malam (22/05).

Menurut Menag, pemahaman inklusif sangat dimungkinkan, mengingat karakter bahasa Al-quran yang terbuka untuk dipahami secara beragam. “Dalam ungkapan Imam Ali, Al-Qur`an disebut “hammâlun dzû wujûhin” (mengandung beragam penafsiran),” ungkapnya.

Karenanya, lanjut Menag, tidak heran jika semua paham dan aliran keagamaan mengaku bersumber dari Alquran dan Hadis. Keragaman aliran dan paham keagamaan sejatinya memperkaya khazanah peradaban Islam dengan berbagai alternatif pemikiran yang dapat memberikan kemudahan dan pilihan bagi umat dalam beragama. “Dalam konteks ini, perbedaan dapat menjadi rahmat,” imbuhnya.

Bagi Menag, persoalan muncul ketika perbedaan itu dibawa ke ranah yang sempit dengan balutan fanatisme yang berlebihan, sehingga melahirkan sikap saling mem-bid`ah-kan (tabdî`), saling menyesatkan (tadhlîl), merasa paling benar, dan mengkafirkan pihak-pihak lain (takfîr).

“Misi penyebaran agama (dakwah) seringkali dilakukan tidak dengan memperhatikan kondisi sosial dan budaya masyarakat setempat yang sangat majemuk, sehingga terjadi benturan budaya dan ketegangan di tengah masyarakat, bahkan berujung pada konflik kekerasan atas nama agama,” ungkapnya.

Fenomena tersebut, lanjut Menag, tidak terlepas dari kenyataan bahwa semangat keberagamaan masyarakat Indonesia yang terasa begitu tinggi belum diimbangi pengetahuan dan tradisi ilmiah yang kuat, sehingga slogan “kembali kepada Alquran dan sunnah” yang sering kita dengar, dalam pemahaman dan penerapannya sering membuat kita berbeda, bahkan ‘berkelahi’.[az]

Sumber: Lazuardi Birru

Minggu, 17 November 2013

Presiden: Islam dan Kerbangsaan Tak Boleh Dibenturkan


Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menegaskan Islam dan negara Indonesia tidak boleh dibenturkan. Bahkan, pendahulu bangsa seperti KH Hasyim Asyari telah menegaskan hal itu sejak zaman perjuangan kemerdekaan. Hal itu disampaikan SBY seusai menonton film sang Kiai di Jakarta, Senin (20/5).
Film berdurasi sekitar dua jam itu menceritakan kehidupan dan aksi perjuangan pendiri Nahdlatul Ulama (NU) KH Hasyim Asyari. “Film tadi mengajarkan tidak ada jarak antara Islam dan Indonesia. Para pemimpin tidak memisahkan ini. Itu kekuatan bangsa,” kata Presiden.

Presiden mengatakan, KH Hasyim Asyari dan pimpinan NU berdiri di depan untuk tidak mendikotomikan antara paham Islam dan kebangsaan.

Dia menilai film tersebut membawa banyak pelajaran penting. “Dalam peperangan selalu ada kebijakan, wisdom, dan etika, apalagi dalam menjalankan kehidupan sehari-hari dan mengelola negara. Meskipun tidak mudah mencapai Indonesia merdeka waktu itu, dengan perjuangan yang gigih, Indonesia akhirnya merdeka,” ujar dia.
Presiden Yudhoyono mengingatkan, di antara seluruh bangsa Indonesia, bisa saja berbeda dalam posisi politik atau apapun. “Namun untuk merah putih dan kedaulatan negara, kita harus menjadi satu,” tambah dia.
Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siradj yang juga hadir dalam acara itu menilai film sang Kiai itu sangat luar biasa dan sarat dengan nilai patriotisme. Ia pun mengungkapkan, film tersebut mengangkat peran KH Hasyim Asyari serta NU dalam perjuangan kemerdekaan.

“Banyak orang melupakan dan pura-pura lupa atas peranan Kiai Hasyim Asyari dan NU. Mampu meluruskan sejarah, karena dalam buku tidak ada detil peran dalam perjuangan NU dan KH Hasyim Asyari,” ujarnya.

Selain Said Aqil, juga hadir Ketua Yayasan Hasim Asy’ari, Salahuddin Wahid. Sejumlah pendukung dan pemeran juga hadir, seperti produser Gope T Samtani dan para pemain, Ikranagara (pemeran Hasyim Asy’ari), Christine Hakim, Agus Kuncoro, Adipati Dolken, Meryza Batubara, Norman Akuwen, Dimas Aditya, dan Suzuki Naburo.

Film ini berkisah tentang kiai yang lahir di Desa Gedang, Kecamatan Diwek, Kabupaten Jombang, Jawa Timur, pada 10 April 1875. Dikisahkan, sang kiai juga aktif dalam kegiatan sosial kemasyarakatan.
Bersama KH Bisri Syamsuri, KH Wahab Hasbullah, dan ulama besar lainnya, mereka mendirikan sebuah organisasi Jam’iyah Nahdlatul Ulama (kebangkitan ulama) pada 31 Januari 1926 di Jombang.[az]

Sumber: Lazuardi Birru

Sabtu, 16 November 2013

JK: Indonesia Tak Setuju Selesaikan Konflik Rohingya dengan Cara Relokasi


Relokasi bukan solusi dalam menyelesaikan konflik etnis Rohingya di Myanmar. Karena itu Pemerintah Indonesia tidak setuju penyelesaian konflik di Myanmar tersebut dengan cara relokasi. Hal itu diungkapkan Ketua Umum Palang Merah Indonesia (PMI) Jusuf Kalla (JK) di Makasar, Senin.

“Kami bersikeras akan membantu rehabilitasi, tetapi tidak relokasi. Kami tidak setuju relokasi karena masyarakat di sana tidak menginginkan itu,” kata mantan wakil presiden RI itu.

Pemberian bantuan tersebut lebih difokuskan pada perbaikan infrastruktur dan kerugian yang dialami oleh korban konflik etnis itu. “Kami membantu seperti mengganti dan memperbaiki rumah yang rusak, tapi sampai saat ini belum ada persetujuan,” imbuhnya.

Pemberian bantuan dari negara asing, terutama negara Islam, ke Myanmar untuk korban konflik etnis tersebut memang dibatasi oleh pemerintah setempat. Masyarakat di sana sangat sensitif terhadap pemberian bantuan dari negara Islam, padahal Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) ingin membantu.
Dia menceritakan bahwa konflik yang terjadi di Rohingnya tidak jauh berbeda dengan konflik di Poso dan Ambon beberapa waktu silam.

Konflik etnis di Rohingnya terlalu kompleks hingga menyeret banyak aspek, antara lain politik, sejarah, kultural dan agama. “Di sana parpol tidak boleh membantu, termasuk (Aung San) Suu Kyi yang sama sekali tidak boleh memberikan komentarnya,” ungkapnya.
Konflik etnis Rohingnya di Myanmar semakin berlanjut hingga menyebabkan sejumlah warga Rohingnya melarikan diri untuk mencari perlindungan hingga ke sejumlah negara tetangga, termasuk Indonesia.[az]

Sumber: Lazuardi Birru

Kamis, 14 November 2013

Penanggulangan Terorisme Harus Menyentuh Akar Persoalan


Strategi penanggulangan terorisme yang selama ini berjalan tidak sepenuhnya berhasil. Karena itu diperlukan strategi baru. Hal tersebut diungkapkan Rais Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Sahal Mahfudh.

“Pendekatan deradikalisasi tidak berhasil. Karena, pendekatan ini hanya parsial, tidak menyentuh akar persoalan yang sebenarnya,” kata Mbah Sahal dalam seminar nasional bertajuk “Islam Rahmatan lil’Alamin: Politik Kebangsaan untuk Masa Depan Indonesia” di Pati, Jawa Tengah, Sabtu (18/5).
Untuk itu, kata Mbah Sahal, perlu ada format baru dalam menanggulangi terorisme dengan melibatkan unsur pendidikan dan lembaga agama seperti pesantren agar mencetak kader penggerak perdamaian di berbagai kawasan.

Mbah Sahal menegaskan bahwa konsep Islam rahmatan lil-alamin dapat menjadi kunci dan landasan untuk menanggulangi kasus-kasus kekerasan, terorisme serta mencari format untuk masa depan Indonesia. “Konsep ini sangat penting, agar dapat diaplikasikan dalam mencari format masa depan Indonesia, terutama untuk diaplikasikan dalam bidang pendidikan,” kata Ketua Umum MUI itu dalam seminar yang diselenggarakan dalam rangka memperingati Hari Kebangkitan Nasional.

Sementara itu, Prof. Nur Syam dalam kesempatan itu menegaskan pentingnya unsur kearifan lokal dalam merespon berbagai hal yang terkait dengan kekerasan dan konflik. “Menggunakan pendekatan yang merespon kearifan lokal sangat penting, agar terjadi keseimbangan dalam merancang strategi. Pendidikan, dalam hal ini, sangat penting untuk menyelesaikan kasus-kasus kekerasan dan menghadapi terorisme,” ungkapnya.

H. As’ad Said Ali menandaskan bahwa terorisme itu betul ada. “Perlu ada pendekatan strategis dan sistematis, agar tercipta upaya kongkrit menyelesaikan masalah terorisme dan menanggulangi radikalisme”.
Untuk itu, ungkap As’ad, perlu ada kader-kader penting, yang siap mengawal konsep keindonesiaan-kebangsaan, dengan berpijak pada konsep Islam rahmatan lil-alamin dan Pancasila. “Perlu ada pemahaman yang komprehensif bagi kader-kader pesantren, agar memahami strategi, konsep gerakan massa dan mampu memainkan isu,” ungkapnya.[az]
Sumber: Lazuardi Birru

Rabu, 13 November 2013

Harkitnas, Presiden Ajak Kaum Muda Hadapi Abad 21 dengan Optimisme


Menyambut peringatan Hari Kebangkitan Nasional (Harkitnas) ke-105, Senin (20/5) ini, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengajak kaum muda untuk bangkit menyongsong abad 21 dengan optimisme, bahwa seluruh bangsa Indonesia mampu menyongsong abad 21 menghadapi tantangan-tantangannya.

“Kebangkitan nasional era kini adalah kebangkitan kaum muda songsong abad 21. Kita harus bisa! #IndonesiaBisa,” demikian tulis Presiden SBY melalui akun twitternya @SBYudhoyono, Senin (20/5) pagi.
Presiden SBY menegaskan logo peringatan ke 105-tahun Hari Kebangitan Nasional 2013 adalah “105 Tahun Kebangkitan Nasional. Indonesia Bisa!”.

Sementara itu di Kompleks Istana Kepresidenan sendiri berlangsung Upacara Peringatan Hari Kebangkitan Nasional yang dipimpin oleh Sekretaris Menteri Sekretaris Negara Lambok V. Nahattands, sebagai inspektur upacara.

Upacara bendera meliputi pengibaran Bendera Sang Saka Merah Putih, menyanyikan Lagu Kebangsaan Indonesia Raya, mengheningkan Cipta, pembacaan Pancasila, Pembukaan UUD 1945, dan dilanjutkan pembacaan naskah pidato Menteri Komunikasi dan Informatika menyambut 105 Tahun Peringatan Hari Kebangkitan Nasional oleh Inspektur Upacara.

Hari Kebangkitan Nasional ke-105 Tahun 2013 bertema “Dengan Semangat Kebangkitan Nasional, Kita Wujudkan Demokrasi Berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 Menuju Indonesia Yang Manu dan Modern Dalam Bingkai NKRI”. Slogannya Indonesia Jaya, Indonesia Maju dan Modern.
Sedang tujuan peringatan Harkitnas 2013 adalah untuk terus memelihara, menumbuhkan dan menguatkan jiwa nasionalisme kebangsaan kita sebagai landasan dasar dalam melaksanakan pembangunan, menegakkan nilai-nilai demokrasi berlandaskan Pancasila dan UUD 1945 untuk mempercepat terwujudnya visi dan misi bangsa kita ke depan dalam bingkai NKRI.[az]

Sumber: Lazuardi Birru

Selasa, 12 November 2013

Kemenag Kembangkan Program Ponpes Vokasional


Kementerian Agama saat ini sedang fokus mengembangkan program pondok pesantren vokasional (fokus pengembangan keterampilan dan kewirausahaan). Hal tersebut diungkapkan Direktur Pondok Pesantren Kemenag, Ache Saefudin. “Program pondok pesantren vokasional ini sudah menjadi program Kemenag,” kata dia.

Pondok Pesantren yang masuk dalam program vokasional itu, selain memberi keterampilan para santri dengan kewirausahaan, santri memiliki tanggung jawab sosial. “Kita berikan bantuan pesantren yang memiliki kemampuan kewirausahaan sesuai dengan potensi geografis Pesantren,” kata Ache di Pondok Pesantren Asshiddiqiyah 7, di Cijeruk, Bogor, seperti dilansir laman Kementerian Agama.

Menurut Ache, Pondok Pesantren Assiddiqiyah 7 yang diasuh oleh KH. Noer Muhammad Iskandar ini memiliki keistimewaan program vokasional, yakni di bidang peternakan, pertanian dan budidaya ikan air tawar. Setidaknya ada puluhan hewan ternak dari sapi dan kambing, sawah dan beberapa kolam ikan air tawar yang dipelihara di pesantren ini untuk dikelola oleh santri. “Para santri kemudian dididik untuk memiliki keterampilan kewirausahaan dan memberikan manfaat kepada santri dan warga sekitar,” kata dia.

Pesantren Assiddiqiyah 7 ini sangat cocok untuk pengembangan peternakan, pertanian dan perikanan. Karena letak geografis pondok ini yang berada di kaki gunung salak dengan iklim yang dingin.

Selain Pesantren Assiddiqiyah 7, lanjut dia, ada puluhan pondok vokasional lain yang telah dikembangkan di seluruh Indonesia. Baru-baru ini, telah dikembangkan pesantren khusus program pengembangan air daur ulang di daerah Kubu Raya, Kalimantan Barat. Di daerah sana memang mengalami kesulitan air bersih karena menggunakan air payau dari gambut.
Kemudian, jelas dia, ada Pondok Pesantren Tremas di Pacitan, yang menjalankan program pesantren vokasional khusus otomotif bekerja sama dengan Honda. Ada juga Pondok Pesantren Assalam di Palangkaraya, Kalimantan Tengah, yang fokus menjalankan program bidang perkebunan karet dan sawit. Pesantren Assalam di Palangkaraya ini mempunyai kebun kelapa sawit seluas enam hektar dan perkebunan karet seluas dua hektar, yang dikelola langsung oleh santri.
Ada juga Pesantren Sidogiri, di Jawa Timur, yang telah mengembangkan secara baik pengelolaan bidang ekonomi di unit usaha koperasinya. Dan yang saat ini sedang diluncurkan, progam Pondok Pesantren Broadcast di Cirebon. Dan Pondok Pesantren Animasi di Jakarta.
Dalam sambutannya, Menag mengatakan, Kemenag perhatian ke ponpes yang mempunyai program khusus seperti vokasional ini. Pesantren seperti Assiddiqiyah 7 ini merupakan contoh sukses program pesantren vokasional. “Program pesantren vokasional akan terus diperluas ke beberapa pesantren lain. Karena program vokasional ini, selain mendidik santri menjadi lebih terampil, juga memberi manfaat bagi warga sekitar,” pungkasnya.[az]

Sumber: Lazuardi Birru

Senin, 11 November 2013

Dukung Palestina, Sejumlah Musisi Indonesia Gelar Konser


Penyanyi tembang religi, Opick, berencana menggelar konser amal peduli Palestina di Graha Mandala Alam Bandarlampung, Minggu (19/5).

“Komite Nasional untuk Rakyat Palestina menggandeng penyanyi Opick untuk  Konser Kemanusiaan untuk Palestina di berbagai kota di Indonesia. Bandarlampung adalah kota ke-29 yang telah kami kunjungi dalam rangkaian konser tersebut,” ungkap Humas dan Media Konser Kemanusiaan Peduli Palestina (KNRP) Pusat Afwan Riyadi dalam rilisnya, Kamis (16/05).

Menurut Riyadi, sebelum menggelar road show-nya di Indonesia, Opick bersama KNRP sudah berkeliling kesejumlah negara. April lalu KNRP bersama Opick tampil di Kairo dan Alexandria Mesir untuk penggalangan dana bagi Palestina. Setelah itu, berkunjung ke Gaza untuk menyalurkan bantuan yang sudah digalang selama ini.
Selain Opick, konser Minggu nanti juga didukung oleh  Fadly (vokalis grup band Padi), rapper Ebieth Beat A dan grup nasyid Izzatul Islam.

“Target kami bisa menghadirkan 4.000 penonton karena konser ini gratis dan terbuka untuk umum. Siapa saja boleh hadir,” ujar dia pula.

“Target kami untuk galang dana di Lampung nanti sejumlah Rp3 miliar,” ujar Riyadi.
“Kami optimistis, target penggalangan dana ini bisa tercapai, mengingat antusias warga terhadap kehadiran artis-artis idola mereka ini,” kata Afwan.

Selain menggelar pertunjukan musik, konser ini juga diisi dengan orasi dari Syaikh Hassan Mohamed Ahmed yang datang langsung dari Palestina untuk menyampaikan kabar terakhir kondisi rakyat di sana, dan akan ditayangkan berbagai video mengenai Palestina. [Mh]

Sumber: Lazuardi Birru

Minggu, 10 November 2013

Menag Cemas Indonesia Alami Krisis Ulama


Beberapa tahun mendatang Indonesia diprediksi akan kekurangan Ulama. Hal ini disebabkan mekanisme kaderisasi tidak berjalan, apalagi kini banyak lulusan pondok pesantren yang akhirnya masuk lembaga pendidikan umum, dan lulusannya bekerja dibidang profesional. Demikian merupakan benang merah diskusi yang digelar Departemen Agama dengan Lembaga Pendidikan Maarif di Yogyakarta, Rabu lalu (15/05).

Menurut  Menteri Agama (Menag) Suryadharma Ali, indikasi ke arah minimnya ulama sudah mulai terlihat dan harus segera diantisipasi. Pernyataan Menag ini berdasarkan indikator mulai menurunnya siswa peserta didik yang tertarik masuk pesantren. Ini juga ditambah dengan makin sedikitnya orang yang ingin mempelajari kitab kuning.

Untuk menjegah hal itu, Suryadharma Ali menghimbau kepada lembaga pendidikan Islam, khususnya ponpes, untuk meningkatkan kualitas dan memiliki pembeda dengan lembaga pendidikan umum lainnya.

Menurut Suryadharma, turunnya minat anak didik masuk ponpes dan kurangnya animo orang mempelajari kitab kuning, diikuti dengan sulitnya posisi lembaga pendidikan Islam yang kebanyakan berstatus swasta. “Bahkan, banyak warga NU yang tak berkeinginan memasukkan putranya ke Lembaga Pendidikan Islam,” ujarnya.

Tidak sependapat dengan Suryadharma Ali,  Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul UIama (PBNU) KH Said Aqil Siroj, masih yakin banyak warga NU yang masih  memiliki semangat untuk melanjutkan semangat para ulama.
Said menilai isu krisis ulama yang beberapa dekade terakhir banyak menerpa lembaga pendidikan Islam berdampak pada semakin minimnya siswa yang tertarik mendalami ilmu keagamaan. “Selain itu, para santri lulusan pondok pesantren pun memiliki permasalahan tersendiri,” katanya.

Memang, lanjut dia, banyak santri yang kemudian masuk perguruan tinggi dan menjadi pekerja profesional. Namun, menurutnya, semua itu masih baik. Sebab, perpaduan pendidikan pesantren dan perguruan tinggi sangat dibutuhkan untuk mencetak para ulama andal. Dari pesantren inilah, santri diajarkan kitab kuning yang di dalamnya terdapat beragam khazanah keilmuan Islam. [Mh]

Sumber: Lazuardi Birru

Sabtu, 09 November 2013

Pesan Etis Paus: Hentikan Pemujaan terhadap Uang


Reformasi etika keuangan yang lebih gencar dibutuhkan demi membebaskan orang dari belenggu tirani uang. Demikian pernyataan Paus Fransiskus dalam pidato pertamanya tentang krisis keuangan di depan khalayak pada Kamis (16/5).

Pemimpin besar Katholik seluruh dunia ini juga menyerukan agar para pemimpin dunia menghentikan  ’pemujaan terhadap uang’ danlebih banyak melakukan sesuatu untuk mengangkat derajat kaum miskin.

“Uang itu fungsinya untuk melayani, bukan untuk memerintah”, katanya kepada para diplomat di Vatikan.

Menurut Paus Fransiskus, ekonomi pasar bebas telah menciptakan suatu tirani yang membuat manusia dinilai hanya dari kemampuan untuk mengkonsumsi. Seraya mengutip  Alkitab  tentang kisah ‘pemujaan atas anak lembu emas’, ia menyebut kisah lama itu kembali terulang saat ini dengan banyaknya manusia  yang menjadi pemuja uang.

Inilah yang menjadikan reformasi mutlak dilakukan karena kemiskinan telah menjadikan jumlah sangat besar dari orang-orang yang berjuang untuk hidup dengan cara yang tidak bermartabat.

“Saya ingin gereja yang miskin dan untuk orang miskin,” ujar Paus Fransiskus seraya memperingatkan bahaya kediktatoran ekonomi yang tidak memiliki tujuan kemanusiaan. [Mh]

Sumber: 

Jumat, 08 November 2013

Di Depan Aparat Kepolisian, Rumah Ibadah Ahmadiyah Dirusak


Aksi penyerangan tempat ibadah Ahmadiyah di Desa Gempolan, Kecamatan Pakel, Tulungagung, terjadi di depan aparat Kepolisian Sektor Pakel dan Komando Rayon Militer setempat. Aparat sudah berjaga-jaga di lokasi sebelum penyerangan terjadi tanpa berusaha mencegah.

Kepala Urusan Pemerintahan Kantor Desa Gempolan Supinah mengatakan aksi massa ini terjadi setelah warga melakukan pertemuan dengan pengurus Ahmadiyah di rumahnya, Kamis, 16 Mei 2013. Pertemuan yang berlangsung di rumah Ketua RT 03 Sarijan itu merupakan tindak lanjut atas laporan warga kepada perangkat desa yang menolak kehadiran Rizal Fazli Mubarrak.

Rizal adalah pendakwah Ahmadiyah dari Bogor yang datang ke tempat itu untuk menghidupkan musala Ahmadiyah di Desa Gempolan sejak satu bulan terakhir. “Dia juga dicurigai sebagai teroris,” kata Supinah, Jumat, 17 Mei 2013.
Tak hanya melakukan kegiatan ibadah, Rizal juga tak melaporkan keberadaannya kepada ketua RT setempat. Sehari-hari dia tinggal di musala dan memimpin salat jemaah yang diikuti dua orang saja. Hal ini semakin memicu kemarahan warga yang mendesak pengusiran Rizal dari kampung mereka.

Atas kondisi itu, Kamis malam sekitar pukul 19.30 WIB, Ketua RT Sarijan mengundang 40 warga di sekitar musala untuk berembuk di rumahnya. Namun, di luar perkiraan, massa yang datang lebih dari 100 orang. Pertemuan itu juga dihadiri tiga pengurus Ahmadiyah, Rizal, Edi Santoso, dan Japar.
Forum menghendaki para pengurus Ahmadiyah menutup semua kegiatannya di musala dan meminta Rizal pulang ke Bogor. Pertemuan itu juga dikawal petugas kecamatan, komandan Koramil, dan Kapolsek Pakel. Menurut Supinah, Japar menyetujui permintaan itu dan bersedia menyerahkan kunci musala kepada perangkat desa.
Namun, sesaat setelah pertemuan, tiba-tiba Japar melontarkan pernyataan yang memantik amarah warga. “Dia mengatakan jika dia tidak bertanggung jawab atas musala itu,” kata Supinah.
Warga yang emosi melempari musala dengan batu. Aksi itu terjadi saat Japar berada di dalam musala untuk mematikan lampu sesuai permintaan warga. Sebab, massa menghendaki musala itu dibekukan malam itu juga.
Ironisnya, perusakan yang berlangsung sekitar lima menit itu terjadi di depan aparat polisi dan TNI. Petugas hanya meminta mereka menghentikan pelemparan tanpa bertindak lebih tegas. Penyelamatan Japar sendiri juga dilakukan oleh Ketua MUI setempat, Imam Muslim, dengan membawanya ke dalam rumah. Sementara dua pengurus Ahmadiyah lainnya lebih dulu diamankan polisi dengan menumpang mobil patroli. “Kejadiannya spontan,” kata salah satu petugas polisi yang berjaga-jaga di lokasi.
Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Tulungagung Ajun Komisaris Lahuri saat dikonfirmasi justru mengaku belum mendengar peristiwa itu. Laporannya belum masuk ke kita,” katanya singkat. [Mh]

Sumber: Lazuardi Birru

Kamis, 07 November 2013

Masyarakat Tasikmalaya Demo Kecam Terorisme


Massa yang tergabung dalam Forum Anti Kekerasan Tasikmalaya menggelar aksi demonstrasi mengecam terorisme dan tindakan kekerasan, menyusul terjadinya pelemparan bom terhadap pos polisi di Jalan Mitra Batik Senin lalu (13/5).

Demo tersebut dilakukan ratusan anggota FAKT di Jalan Doktor Sukarjo, Markas Polresta Tasikmalaya, dan kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Tasikmalaya, Jawa Barat, Rabu (15/5). Dalam aksinya itu massa menyerukan bahwa terorisme adalah musuh kemanusiaan. Mereka juga mengharamkan aksi terorisme di wilayah Kota Tasikmalaya.

Koordinator Aksi, Dindin C Nurdin menuntut agar pemerintah dan aparat penegak hukum segera menyelesaikan masalah terorisme karena sudah meresahkan masyarakat. Ia menuntut aparat penegak hukum dapat mengungkap tuntas pelaku yang melakukan aksi kekerasan dan menghukum mati orang yang melakukan aksi teror.
“Kami menuntut hukum mati terorisme. Usut sampai tuntas pelaku kekerasan baik kelompok ataupun pribadi,” katanya.

Saat berorasi, Dindin menyatakan segala bentuk kekerasan dan pengerusakan yang mengatasnamakan agama adalah haram. Ia juga mengatakan bahwa pelemparan bom ke pos polisi Jalan Mitra Batik, merupakan tindakan yang telah mengganggu kenyamanan dan keamanan masyarakat Tasikmalaya. “Bagi kami haram hukumnya terorisme berkembang di Kota Tasikmalaya,” katanya. [Mh]

Sumber: Lazuardi Birru

Rabu, 06 November 2013

Pemerintah Arab Saudi Resmi Larang Twitter


Pemerintah Arab Saudi melarang penggunaan Twitter. Kepala polisi agama Arab Saudi Syekh Abdul Latif Abdul Aziz al-Sheikh mengatakan siapa saja yang menggunakan situs media sosial, khususnya Twitter, telah kehilangan dunia ini dan akhiratnya. Padahal, saat ini Twitter sudah sangat popular di sana, Jumat, 16 Mei 2013.

International Digital Times mencatat bahwa pernyataan kepala polisi agama tersebut hampir sama seperti yang pernah diungkapkan imam Masjidil Haram dalam khutbahnya dan disaksikan oleh jutaan orang di TV pada April lalu. Imam tersebut menyebut Twitter sebagai ancaman bagi persatuan nasional kerajaan Arab Saudi sebagai negara beragama. Sebelumnya, di beberapa kesempatan ia juga menyebut pengguna Twitter sebagai orang bodoh.

Larangan itu disinyalir sebagai bentuk khawatiran pemerintah jika media sosial nantinya digunakan sebagai sarana diskusi isu-isu politik, agama, serta isu-isu sensitif lainnya yang secara resmi memang dilarang.

Jonathan Turley, profesor hukum George Washington University, berpendapat bahwa Arab Saudi khawatir jika Twitter digunakan untuk menyebarkan informasi mengenai aktivis hak asasi manusia yang tengah diadili untuk tindak pidana kebebasan berbicara. Pemimpin sebuah situs yang vokal menyuarakan pelanggaran hak asasi di Arab Saudi telah ditahan sementara yang lain telah didakwa dengan kemurtadan dan kejahatan lainnya untuk pernyataan-pernyatan yang dimuat di situs tersebut.

“Semakin pemerintah represif melarang Twitter semakin mengingatkan kita pada nilai guna media sosial sebagai kekuatan untuk kebebasan di seluruh dunia,” kata Turley. [Mh]

Sumber: Lazuardi Birru

Muker Ulama Alquran Akan Diikuti 12O Peserta

Sebanyak 120 peserta yang terdiri dari para ulama, akademisi, dan pemerhati kajian tafsir dan ilmu Alquran akan ambil bagian pada Musyawarah Kerja (Muker) Ulama Alquran, yang mengambil tema Alquran di Era Global: Antara Teks dan Realitas, 21 – 24 Mei 2013, di Hotel Le Dian Serang, Banten.

Kegiatan itu sendiri diselenggarakan Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an (LPMA) Balitbang Diklat Kementerian Agama, kata Kepala Bidang Pengkajian Al-Qur’an LPMA, Muchlis M Hanafi, di Jakarta, Jumat.
Ia menjelaskan, peserta sebanyak itu berasal dari 25 provinsi, yaitu: Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Jambi, Bengkulu, Riau, Lampung, Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, Bali, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Utara, Gorontalo, Maluku Utara.

Penyelenggaraan muker tahun ini dilatarbelakangi pemikiran antara lain, semangat dan kesadaran untuk terus berupaya mendialogkan dan mendekatkan pemahaman Al-Qur¿an dengan dinamika masyarakat. Sekaligus sebagai sarana mensosialisasikan dan mendapatkan masukan atas produk hasil kajian Tafsir Tematik dan Tafsir Ilmi yang dihasilkan Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur¿an Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama.

Latabelakang lainnya adalah semangat untuk membahas berbagai persoalan aktual yang terkait dengan tafsir Al-Qur’an, serta menggali ide-ide dan topik-topik kontemporer bagi pengkajian di masa yang akan datang.
Muker Ulama Al-Qur’an yang diprakarsai LPMA dan dalam teknisnya bekerjasama dengan IAIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten dan Kanwil Kementerian Agama Provinsi Banten ini bertujuan, menghimpun saran dan masukan dari para ulama ahli Al-Qur’an dan para pakar guna perbaikan dan penyempurnaan Tafsir Tematik, 5 seri buku, dan Tafsir Ilmi 4 seri buku, yang diterbitkan Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an pada tahun 2012.

Tujuan lainnya membahas persoalan aktual yang terkait dengan terjemah dan tafsir Al-Qur’an serta menjaring beberapa tema pokok seputar Kajian Al-Qur’an Kontemporer sesuai dengan dinamika yang berkembang di lingkungan masyarakat yang akan direkomendasikan sebagai bahan kajian di masa mendatang.

Seminar ini, lanjut dia, diagendakan untuk mewadahi penyajian dan pemba¬hasan paper-paper terpilih seputar persoalan yang berkaitan dengan upaya tafsir Al-Qur’an Indonesia menjawab tantang¬an zaman, pembelajaran Al-Qur’an di tengah masyarakat Indonesia, dan ragam mushaf di Indonesia dilihat dari rasm, qiraat, maupun sejarah penyalinan dan pencetakannya.[az]

Sumber: Lazuardi Birru