Minggu, 31 Maret 2013

Polri Siaga 1 di Poso




Mabes Polri menyatakan jika level keamanan di Poso, Sulawesi Tengah, ditingkatkan menjadi siaga satu pasca-baku tembak dengan kelompok teroris  di sekitar Gunung Kalora, Tambarana.

“Kita akan evaluasi apa saja (persiapan patroli), yang perlu diperbaiki  soal teknis dan taktis. Otomatis (naik ke level) siaga 1. Apalagi ini  kan ada senjata yang dibawa (pelaku). Tidak perlu diperintahkan (naik), akan naik,” kata Karo Penmas Polri Brigjen Boy Rafli Amar di Mabes  Polri Kamis (20/12).

Peristiwa bermula saat regu Brimob Polda Sulteng yang sedang berpatroli tiba-tiba kelompok bersenjata api menyerang. Tiga anggota Brimob tewas.

“Ada satu pelaku yang berhasil ditangkap dan delapan orang melarikan  diri. Satu senjata api SS milik anggota Brimob dirampas pelaku,” tambah  Boy. Mereka yang tewas yakni Briptu Wayan tertembak di dada, Briptu Ruslan di kepala, dan Briptu Narto di dada.

Sedangkan tiga orang yaitu Briptu Eko, Briptu Siswandi, dan Briptu Lungguh terkena luka tembak, namun masih bisa diselamatkan.

Diduga kuat kelompok yang melakukan penembakan tersebut adalah kelompok teroris yang melakukan pelatihan teror di sekitar di pegunungan Koronjobu, Tambarana, Poso, Sulawesi Tengah.

Pasalnya, pada saat penyergapan di tempat pelatihan mereka pada Rabu (12/12/2012), puluhan orang berhasil melarikan diri dan hanya satu orang yang berhasil ditangkap. (sf)

Sumber: Lazuardi Birru

MUI Desak Pemerintah Sahkan RUU Jaminan Produk Halal

Majelis Ulama Indonesia (MUI) mendesak aparatur negara untuk segera mensahkan RUU Jaminan Produk Halal. Jika tidak bisa disahkan dalam waktu dekat ini, MUI menyarankan agar pemerintah mengeluarkan peraturan pendahulu seperti Peraturan Presiden (Perpres) atau Instruksi Presiden (Inpres) untuk melindungi konsumen dari produk-produk tidak halal.

“Bisa saja pemerintah mengeluarkan aturan itu (Perpres atau Inpres). Mengingat begitu mendesaknya payung hukum untuk melindungi para konsumen dari produk yang tidak halal,” kata Ketua MUI KH Ma’ruf Amin.
Namun demikian, Ma’ruf tetap berharap agar pengesahan RUU Jaminan Produk Halal lebih diutamakan. Karena, sasaran dari RUU itu mencakup kewajiban sertifikasi halal dari semua produk, pengawasan produk, dan penindakan bagi produsen yang melanggar kehalalan sebuah produk.

Menurut Ma’ruf, selama ini sebuah produk hanya diberikan label sertifikasi halal oleh MUI. Namun, hal tersebut bukan merupakan kewajiban. Sehingga, jika ada produk yang tak memiliki label halal, tidak mendapatkan tindakan apa-apa dari aparatur negara.

“Jadi kita tidak bisa berbuat banyak jika ada produsen yang nakal mencampur olahan dengan sesuatu yang tidak halal,” katanya.

Rabu (12/12), Polda Metro Jaya bersama dengan bidang Pengendalian dan Pengawasan Suku Dinas Perternakan Jakarta Selatan, melakukan pengerebekan di rumah toko di kawasan Cipete, Jakarta Selatan, yang diduga sebagai tempat pengolahan daging babi. [Mh]

Sumber:Lazuardi Birru

Rasulullah Tak Pernah Ramalkan Kiamat



Alquran tidak pernah menyebutkan kapan kiamat terjadi. Bahkan Nabi Muhammad SAW tidak diberitahu Allah SWT kapan kiamat akan terjadi.

“Alquran dan Nabi Muhammad SAW tidak pernah mengajarkan kita meramalkan tanggal kiamat,” kata Deputi Menteri di Departemen Perdana Menteri Malaysia, Mashitah Ibrahim kepada.

Mashitah melanjutkan, “Bahkan Nabi tidak diberitahu Allah SWT soal kapan kiamat akan terjadi. Beliau (Rasulullah) bahkan tidak pernah mencoba untuk memprediksi hal itu (kiamat).”

Menurut penanggalan Suku Maya di Meksiko, 21 Desember 2012 menjadi tanggal terakhir. Artinya dunia akan hancur alias kiamat. Prediksi itu didasarkan pada kalender suku Maya yang menandai akhir siklusnya yang berusia 5.126 tahun sekitar 12 Desember 2012.

“Dalam Islam, adalah kewajiban bagi setiap pengikutnya untuk percaya pada akhir dunia, atau kiamat, seperti yang disebutkan Alquran,” ujarnya menegaskan. [Mh]

Sumber: LAzuardi Birru

ICMI Rekomendasikan Pelaku Terorisme, Korupsi dan Narkoba Dihukum Mati



Hari ini usai sudah Silaturrahim Kerja Nasional (Silaknas) Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI). Dalam pertemuan cendekiawan muslim yang didirikan Mantan Presiden BJ Habibie tersebut, ICMI menghasilkan beberapa rekomendasi bagi permasalahan bangsa.

Salah satu rekomendasi ICMI adalah mendorong pemberlakuan hukuman mati bagi pelaku korupsi, narkoba, dan terorisme. Menurut Ketua Presidium ICMI yang baru, Marwah Daud Ibrahim, rekomendasi hukuman mati bagi koruptor harus diberlakukan. Hal itu juga mengacu di beberapa negara yang memberlakukan hukuman atas kejahatan tersebut.

Marwah Daud mengungkapkan, pemerintah harus memertimbangkan hal ini secara serius. Sebab, kejahatan korupsi ataupun narkoba menimbulkan efek yang besar. Dengan korupsi dan narkoba, pelaku bahkan dapat menghilangkan banyak nyawa. Namun, tambah Marwah, penerapan hukuman mati harus dilalui dengan proses hukum yang baik. Penegak hukum harus berkualitas.

“Seluruh tatanannya (penegak hukum) harus rapi, karena risikonya besar,” ungkap Marwah usai Silaknas ICMI di Jakarta Convention Center (JCC), Kamis (20/12).

Rekomendasi lain dari ICMI adalah meminta pemimpin nasional secara pribadi dapat mengaplikasikan sifat keteladanan dan kepemimpinan Nabi Muhammad, yaitu sidiq, fathonah, amanah, tabligh, dan istiqomah. ICMI juga mendorong terjadinya proses regenerasi kepemimpinan nasional yang berani mengambil keputusan dengan cepat dan tegas, bersih, inspiratif, dan memiliki rekam jejak kepemimpinan yang baik.

Marwah mengatakan, ICMI akan ikut dalam proses demokratisasi di Indonesia, sebab proses politik bangsa sangat menentukan bagi kemajuan nasional. ICMI akan mengambil peran untuk memantau bukan hanya kepemimpinan di Legislatif, tapi juga di eksekutif. Sehingga semua dapat berjalan untuk melayani rakyat. “Bukan hanya berjalan lancar tapi juga untuk perbaikan kualitas di semua tingkatan,” tambah dia. [Mh]

Sumber: Lazuardi Birru

Sabtu, 30 Maret 2013

Majelis Taklim Harus Menjadi Penggerak Ekonomi





Menteri Agama Suryadharma Ali mengatakan keberadaan majelis taklim selain sebagai organisasi pendidikan non formal tapi juga harus menjadi penggerak ekonomi bagi anggotanya. Menurut dia majelis taklim agar mampu mendorong perekonomian, sehingga dapat mensejahterakan anggotanya.

“Itu bisa dilakukan dengan membuat koperasi di setiap majelis taklim. Saya minta agar majelis taklim koordinasi dengan para kantor wilayah Kemenag untuk mewujudkan ini,” ujarnya saat launching Asosiasi Majelis Taklim Indonesia (AMTI), di Jakarta, Rabu (19/12/2012).

Dirjen Bimas Islam Abdul Djamil, Abdul Djamil menjelaskan secara kuantitatif jumlah majelis taklim di Indonesia terus berkembang dan sekarang terdata jumlahnya mencapai 165.000. Secara yuridis formal majelis taklim sudah masuk dalam Undang-Undang No 20 Tahun 2003.

“Satuan pendidikan non formal terdiri dari lembaga kursus, lembaga pelatihan, lembaga belajar dan majelis taklim,” kata Abdul Djamil.

Ia mengatakan majelis taklim identik dengan kelompok pengajian kaum ibu telah menjadi kekuatan dakwah Islam yang berkembang pesat. Bahkan dapat dikatakan hampir-hampir tidak ada satu pun kaum ibu muslimah yang tidak menjadi anggota majelis taklim.[wan]

Sumber: Lazuardi Birru

Seorang Terduga Teroris Penembak Polisi Poso Tertangkap





Satu orang terduga teroris yang melakukan penembakan terhadap rombongan anggota Brimob Polda Sulawesi Tengah berhasil dibekuk.

“Satu orang berhasil ditangkap dan saat ini masih dikembangkan,” ucap Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Humas Polri Kombes Pol Agus Rianto, seperti dikutip laman tribunnews.

Namun, Agus belum mengetahui lengkap identitas pelaku yang ditangkap tersebut. Tetapi Agus memastikan bahwa orang yang ditangkap merupakan bagian dari kelompok yang melakukan penembakan terhadap petugas yang mengakibatkan gugurnya tiga orang anggota brimob.

Sebelumnya aksi baku tembak terjadi sekitar pukul 10.00 WITA, Kamis (20/12/2012) ketika satu regu anggota Brimob Polda Sulawesi Tengah melakukan patroli rutin dengan menggunakan sepeda moto  di wilayah Desa Tambarana, Poso Pesisir, daerah Gunung Kalora.

“Mereka melihat sekolompok orang, kemudian didekati, tetapi tiba-tiba kelompok orang tersebut menembak anggota brimob yang sedang patroli tersebut. Akibatnya tiga anggota Brimob masing-masing Briptu Ruslan, Briptu Narto, dan Briptu Wayan meninggal dunia dan saat ini berada di RSUD Poso,” kata Agus.

Penembakan ini diduga imbas dari perburuan jaringan teroris Poso, Sulawesi Tengah (Sulteng) di bawah kendali Santoso. Buronan wahid polisi ini diduga bertanggungjawab terhadap pembunuhan dua anggota polisi yang ditemukan tewas pada 16 Oktober 2012, Desa Masani, Kecamatan Poso Pesisir, Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah.

Bahkan, Santoso sendiri mengirimkan surat yang berisi tantangan kepada polisi untuk perang secara terbuka.
Pada Rabu (12/12/2012) sekitar pukul 17.00 WIT, Satuan gabungan Brimob Mabes Polri dan Polda Sulteng menggerebek lahan di pegunungan Koronjobu, Tambarana, Poso, Sulawesi Tengah, yang diduga sebagai lokasi pelatihan kelompok teroris. Satu orang yang diduga sebagai anggota kelompok teroris, berhasil diamankan setelah berlangsung kontak tembak. Diduga kelompok ini juga bagian dari jaringan Santoso. (sf)

Sumber: Lazuardi Birru

Kelompok Radikal Islam di Indonesia Makin Terkonsolidasi



Banyak kalangan melihat bahwa fenomena radikalisme Islam di Indonesia yang belakangan ini adalah anak kandung dari reformasi 98. Reformasi membuka berbagai macam gerbang kebebasan. Salah satunya adalah kebebasan mengeluarkan pendapat. Dan di antara suara-suara itu adalah seruan untuk menegakkan Islam secara total.

Menurut Country Representative Aman Indonesia, Dwi Ruby Kholifah, dalam kurun waktu beberapa tahun ini radikalisme Islam sudah menjadi cara pandang yang mulai menjamur di masyarakat. Sehingga menurutnya ada perubahan yang signifikan di masyarakat Indonesia.

Tidak hanya itu Ruby juga mendedahkan fenomena baru terkait gerakan radikalisme  Islam di Indonesia yang menurutnya semakin terkonsolidasi. Konsolidasi di antara kelompok-kelompok radikal ini dimungkinkan karena adanya kesepahaman dan cita-cita bersama, yaitu berdirinya negara yang berasas Islam.

“Perkembangannya adalah banyak memang agenda-agenda yang kemudian mengarah pada pendirian agama Islam. Apa-apa Islam. Jadi mereka terkonsolidasi secara tidak langsung oleh goal mereka, sebuah negara Islam. Maka bukan hanya misalnya kelompok A. Tetapi A, B, C, D yang memang mempunyai agenda yang sama” kata Ruby Kholifah.

Banyak contoh di kehidupan keseharian yang mencerminkan radikalnya pemahaman Islam masyarakat di Indonesia. Dalam kerja lapangannya Ruby pernah menemui semacam sensor agama yang dilakukan aparat desa bagi warga baru yang akan mengontrak di kawasannya.

“Hal itu saja membuat kita menjadi shock. Masa masalah kontrakan rumah saja harus dikaitkan dengan persoalan agama” tutur Ruby. [Mh]

Sumber: Lazuardi Birru

Jumat, 29 Maret 2013

Tiga Polisi Tewas Dalam Baku Tembak




Tiga anggota Brimob meninggal dan tiga lain luka-luka setelah baku tembak dengan sekelompok orang yang diduga teroris Poso.

Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Humas Polri, Kombes Pol Agus Rianto, menjelaskan bahwa peristiwa itu terjadi pada Kamis (20/12/2012) sekitar pukul 10.00 WITA ketika satu regu anggota Brimob Polda Sulawesi Tengah melakukan patroli rutin dengan menggunakan sepeda motor.

Saat itu rombongan Patroli melintas di wilayah Gunung Kalora Desa Tambarana, Poso Pesisir, Kabupaten Poso. “Mereka melihat sekolompok orang, kemudian didekati, tetapi tiba-tiba kelompok orang tersebut menembak anggota Brimob,” kata Agus di Jakarta seperti dikutip laman Tribunnews.

Aksi baku tembak pun tidak terelakan. “Diduga mereka menggunakan senjata laras panjang soalnya mereka menembak dari jarak jauh,” ucap Agus.

Akibatnya tiga anggota Brimob masing-masing Briptu Ruslan, Briptu Narto, dan Briptu Wayan meninggal dunia dan saat ini berada di RSUD Poso.

Kemudian tiga anggota Brimob lainnya yakni Briptu Siswandi, Briptu Eko, Briptu Lungguh mengalami luka tembak dan saat ini dirawat di Rumah Sakit Parigi, Poso. “Mereka mengalami luka di perut, dada, dan dagu,” ujar Agus.

Sementara Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen Boy Rafli Amar menerangkan, salah satu anggota kelompok teroris itu juga sempat merampas senjata milik petugas Brimob yang tertembak. “Senjata yang sempat dirampas jenisnya SS1,” ujarnya seperti dikutip laman Media Indonesia.
Menurut dia, saat ini petugas Brimob yang lain melakukan pengejaran terhadap kelompok tersebut.

Diduga kuat kelompok yang melakukan penembakan tersebut adalah kelompok teroris yang melakukan pelatihan teror di sekitar di pegunungan Koronjobu, Tambarana, Poso, Sulawesi Tengah.

Pasalnya, pada saat penyergapan di tempat pelatihan mereka pada Rabu (12/12/2012), puluhan orang berhasil melarikan diri dan hanya satu orang yang berhasil ditangkap. (sf)

Sumber: Lazuardi Birru

Palestina Siap Seret Israel ke Pengadilan Internasional




Palestina sedang membahas permohonan keanggotan di Pengadilan Kejahatan Internasional (ICC). Duta Besar Palestina untuk Indonesia Fariz Mehdawi mengatakan, negaranya membutuhkan langkah ini. Tujuannya, mengembalikan kedaulatan wilayah yang diokupasi paksa Israel. “Kami akan mengonsolidasikannya dengan negara-negara sahabat,” kata dia di Jakarta.

Mehdawi menegaskan, Palestina seperti negara lain berhak membela diri dan meminta keadilan internasional. Prosedur permohonan akan diikuti. Menurutnya, Presiden Palestina Mahmud Abbas memang telah berencana maju ke ICC. Selain menjadi anggota, juga mengajukan gugatan terhadap Israel. Zionis Abbas anggap melakukan kejahatan perang.

Isu terbaru yang kian memicu Palestina adalah rencana pembangunan permukiman baru. Sebanyak 3.000 unit rumah akan berdiri di Yerusalem. Tindakan sepihak itu, jelas dia, hanya akan membuat mereka kian terancam.Termasuk, bila akhirnya masalah ini ada dalam ICC. “Israel sekarang semakin terisolasi. Padahal, kami hanya ingin berdamai dan hidup normal,” jelas Mehdawi.[Az]

Sumber: Lazuardi Birru

Kamis, 28 Maret 2013

Akademisi Harus Bisa Melakukan Pemetaan Kelompok Radikal




Persoalan radikalisme yang berujung pada aksi teror merupakan masalah yang cukup kompleks. Karena itu, cara menyelesaikannya tidak cukup hanya mengandalkan peran pemerintah saja. Namun juga harus memaksimalkan peran masyarakat, ormas keagamaan, akademisi, dan lain sebagainya.

Dosen Pascasarjana Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta, Dr. Ahmad Yani Anshori, MA., mengatakan, peran masyarakat, ormas, dan akademisi sangat penting. Menurut dia, peran akademisi sangat penting untuk memberikan pemetaan fenomena radikalisme agama secara berimbang. Misalnya memetakan mana kelompok yang dapat dikategorikan radikal, dan faktor apa penyebabnya.

Namun, kata Yani, akademisi harus seimbang dalam memberikan pemahaman terkait fenomena radikalisme agama ini. “Para akademisi ini seringkali ketika melihat fenomena radikalisme agama tidak seimbang. Kadang kita melihat ini dalam perspektif Barat dan akhirnya menjadi kepentingan Barat. Mestinya kita bisa memetakan persoalan ini,” kata Yani pada Lazuardi Birru.

Lebih jauh Yani mengatakan, dari hasil pemetaan yang dilakukan akademisi tersebut, kemudian pemerintah menindaklanjutinya dengan cara mengakomodir kelompok-kelompok yang sudah teridentifikasi sebagai kelompok radikal. “Kalau negara bisa mengakomodir mereka, saya kira persoalan ini akan selesai,” imbuhnya.

Baru kemudian, lanjut Yani, jika terindikasi bahwa mereka ingin mendirikan negara Islam dan merubah bentuk negara dengan menghalalkan segala cara, maka hal tersebut sudah masuk tindakan makar, dan harus ditangkap. “Tapi kalau mereka hanya ingin diakui sebagai warga negara bangsa ini, identitasnya seperti ini, keinginannya seperti ini, dan tetap ikut dalam NKRI, saya kira tidak masalah,” demikian dosen ilmu politik Islam UIN Sunan Kalijaga ini menjelaskan.[Az]

Sumber: Lazuardi Birru

Peran Ibu Turut Menentukan Kebesaran Suatu Bangsa


Seorang ibu bagi anak-anak dan keluarganya mempunyai peran sentral. Kebesaran satu bangsa juga ditentukan kualitas peran ibu, sebagaimana dinyatakan Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Bangka, Yunan Yazid.

“Di balik negara yang besar, pasti ada peran para ibu yang baik, karena mereka yang mengayomi sebuah negara menjadi maju,” kata Yazid, di Sungailiat, Kamis.

Dia mengimbau pada para siswa untuk menghormati para ibu dengan cara belajar lebih giat. “Mari jadikan momen Hari Ibu untuk meningkatkan rasa bakti pada orang tua dengan cara rajin belajar dan meningkatkan prestasi,” katanya.

Dia mengatakan, tidak ada perayaan khusus untuk memperingati Hari Ibu yang jatuh pada 22 Desember mendatang. “Namun biasanya di sekolah-sekolah ada perayaan khusus untuk memperingati Hari Ibu misalnya dengan mengadakan syukuran,” katanya.

Dia sendiri mengaku, peran ibu dalam kehidupannya sangat berarti, terutama dalam membentuk sikap keikhlasan dan kerja keras. “Ibu saya, Bu Badariah, selalu mengajarkan mengenai nilai-nilai kerja keras dan keikhlasan, maklum, Beliau adalah orangtua tunggal sejak ditinggal ayah meninggal,” katanya.

Dia mengisahkan ibunya harus menjadi buruh cuci untuk menghidupi delapan orang anaknya yang masih kecil-kecil. “Alhamdulillah, berkat ibu, sekarang kami menjadi manusia-manusia tahan banting yang selalu ikhlas,” katanya.

Kesuksesan Bu Badariah dalam membesarkan anak-anaknya tidak hanya terbukti pada Yunan yang menjadi kepala Dinas Pendidikan. Anak sulung Bu Badariah juga telah menjadi orang nomor satu di Kabupaten Bangka, Bupati Yusroni Yazid.[Az]


Sumber: Lazuardi Birru


Jusuf Kalla Abaikan Fatwa Haram MUI terkait Ucapan Selamat Natal




Beberapa hari lagi umat Kristiani akan merayakan hari Natal. Sudah menjadi langganan di hari ini, umat Islam berdebat apakah diperbolehkan bagi seorang muslim untuk mengucapkan selamat Natal pada umat Kristiani.
Dalam hal ini MUI memang telah mengeluarkan fatwa yang sangat jelas bahwa bagi muslim, mengucapkan selamat Natal pada umat Kristiani hukumnya haram. Fatwa ini dikeluarkan pada 1981 di masa Ketua Umum MUI Prof. Dr. Buya Hamka. Fatwa MUI ini juga ditandatangani oleh Ketua Komisi Fatwa K.H. Syukri Ghazali dan Sekretaris H. Masudi.

Namun berbeda dengan Jusuf Kalla. Pada acara di Kupang, mantan wakil Presiden RI ini mengucapkan selamat Natal pada masyarakat Nusa Tenggara Timur (NTT). Seakan JK mengabaikan himbauan MUI agar umat Islam tidak usah memberikan ucapan Natal kepada umat Nasrani.

“Saya ucapkan selamat Natal bagi masyarakat Nusa Tenggara Timur (NTT),” kata Jusuf Kalla di Kupang, Kamis, 20 Desember 2012.

Majelis Ulama Indonesia menyarankan umat Islam tidak mengucapkan selamat Natal kepada pemeluk agama Nasrani. Selain itu, ada fatwa MUI yang melarang untuk mengikuti ritual Natal.
Jusuf Kalla juga mengimbau agar masyarakat Sulawesi Selatan yang tergabung dalam Kerukunan Keluarga Sulawesi Sealatan (KKSS) di Kupang untuk tetap menjaga kerukunan antarumat beragama di daerah ini. “KKSS harus tetap menjaga kerukunan di daerah ini,” katanya. [Mh]

Agar Berhenti Jadi PSK, Muhammadiyah Berikan Pekerjaan Alternatif



Pekerjaan alternatif bagi para PSK di Surabaya diharapkan bisa mengurangi prostitusi. Hal tersebut dilakukan oleh organisasi kemasyarakatan Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Surabaya. Selama ini ormas ini telah melakukan pendampingan PSK di kawasan prostitusi di Bangun Sari dan Tambak Asri, Kecamatan Krembangan, Surabaya. Usaha yang dilakukan oleh ormas ini berupa bantuan modal usaha sebagai upaya memberikan alteratif usaha.

Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Din Syamsuddin mengatakan, pihaknya yakin para PSK ini sebenarnya memiliki niat untuk menjadi wanita normal seperti pada umumnya, tetapi karena keadaan dan alasan ekonomi sehingga terpaksa seperti itu.

Rencananya Muhammadiyah akan membangun 27 warung kopi sebagai alternatif usaha bagi para PSK dan uang sebesar 5 Juta untuk setiap orangnya, yang pada akhirnya dapat menggantikan pekerjaan sebelumnya. “Warung-warung kopi itu untuk tempat bekerja baru bagi para mantan WTS. Kami harap secara bertahap, sedikit demi sedikit mereka sadar dan tidak lagi bekerja di wisma lokalisasi,” kata Din.

Bantuan pembangunan 27 warung kopi rencananya berasal dari PP Muhammadiyah sebanyak 10 warung, Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jatim 10 warung, Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Surabaya 5 Buah, dan 2 sisanya berasal dari Pimpinan Cabang Muhammadiyah kecamatan Krembangan. Disamping itu, Din juga mengajak para pengusaha utuk dapat membantu agar kawasan yang terkenal dengan maksiat tersebut, dapat berubah menjadi lebih terang dan terberkahi demi masa depan.[Az]

Sumber: Lazuardi Birru

Kesetiakawanan Sosial Jangan Sampai Tergerus




Wakil Presiden (Wapres) Boediono mengajak semua pihak menjaga nilai kesetiakawanan sosial agar tidak sampai tergerus arus kehidupan modern dan globalisasi.

“Semangat dan nilai-nilai luhur itu akan luntur apabila tidak kita rawat. Nilai-nilai luhur ini terlalu berharga untuk kita biarkan,” kata Wakil Presiden saat menyampaikan sambutan pada puncak peringatan Hari Kesetiakawanan Sosial Nasional 2012 di Ternate, Kamis.

Menurut dia, bangsa Indonesia memang ingin menjadi negara modern, menjadi negara maju dan berperan, dan disegani di kancah global. Tapi itu tidak berarti harus meninggalkan nilai-nilai luhur yang sejak lama menjadi bagian dari budaya dan jatidiri bangsa.

“Karena itulah, dengan sadar pemerintah bersama seluruh unsur masyarakat di semua daerah secara terus-menerus berusaha melestarikan semangat kesetiakawanan ini,” katanya.

Rangkaian kegiatan peringatan Hari Kesetiakawanan Sosial Nasional, kata dia, dimaksudkan untuk memantapkan komitmen dalam merawat nilai-nilai budaya bangsa.

Wakil Presiden mengatakan, semangat kesetiakawanan sampai sekarang masih mengakar dalam masyarakat Indonesia, terlihat dari banyaknya inisiatif kelompok masyarakat untuk membantu kelompok yang kurang mampu atau kesusahan.

“Tapi, seperti yang saya sebutkan tadi, masalah yang kita hadapi begitu besar, sehingga apapun yang kita lakukan saat ini belum lah cukup. Kita, Pemerintah dan masyarakat, harus meningkatkan lagi upaya kita,” katanya.[Az]

Sumber: Lazuardi Birru

Rabu, 27 Maret 2013

Melindungi Warga Tak Boleh Mengorbankan Civil Liberty





Penegakan terorisme harus seimbang antara pilihan memberikan keamanan bagi warga negara dan memastikan civil liberty warga tidak terkoyak. Pemerintah harus belajar dari masa orde baru di mana Undang-Undang Subversi membuat kehidupan warga negara tidak dilindungi hak asasinya.

Pendapat ini dikemukakan oleh ahli hukum Hendardi menanggapi laporan LSM KontraS mengenai operasi kontrateror tahun 2012 yang dinilai kurang memuaskan dari sisi hak asasi manusia (HAM).

LSM KontraS mencatat, Hingga November 2012, KontraS menemukan kasus 25 orang salah tangkap, serta 5 tersangka teroris dan 2 anggota kepolisian tewas dalam operasi antiteror sepanjang 2012.

Bagi Hendardi yang konsisten dalam isu-isu hak asasi manusia (HAM), tindakan represif aparat tersebut adalah persoalan besar lantaran menghilangkan kesempatan tersangka untuk memeroleh kesamaan hak di muka hukum. Selain itu juga menutup salah satu pintu untuk menguak jaringan teroris di Indonesia.

“Kita akui keberhasilan aparat penegak hukum memberantas terorisme, tapi hal ini harus dilihat secara kritis. Sekarang syak wasangka publik pupus ketika media-media elektronik menampilkan kesigapan polisi melakukan penangkapan tersangka terorisme. Psikologi warga digiring untuk cemas terhadap ancaman terorisme sehingga mendorong mereka mengafirmasi setiap tindakan represif aparat. Ini kan persoalan,” tandas Ketua Badan Pengurus SETARA Institute ini.

Lebih dari itu, lanjutnya, menilik pengalaman tahun 2010 dan 2011, tindakan represif aparat justru melahirkan aktor-aktor terorisme baru, jejaring baru, dan sasaran baru.

Ia mengakui, adalah prestasi yang patut diapresiasi ketika Densus 88 Mabes Polri berhasil menangkap tersangka dan pelaku terorisme. Namun menurutnya, aksi terorisme itu adalah hilirnya. Hulunya adalah praktik intoleransi.

“Maka untuk mencegah agar tidak berkembang menjadi aksi terorisme, praktik intoleransi tidak boleh dibiarkan. Karena intoleransi inilah akarnya. Bukankah prestasi otentik pemberantasan terorisme adalah mengikis akar persoalan terorisme?!” tutupnya. (Fiq)

Sumber: Lazuardi Birru

Kelompok Radikal Butuh Kanalisasi Ekspresi



Dalam sebuah perbincangan dengan Lazuardi Birru, Ketua Umum Front Pembela Islam (FPI), Habib Rizieq Shihab, pernah mengutarakan bahwa maraknya aksi teror di Indonesia lantaran tidak adanya kanalisasi semangat jihad pemuda-pemuda muslim Indonesia.

“Dahulu pemuda-pemuda Indonesia bisa membantu negara-negara muslim lain yang sedang berperang seperti Afghanistan. Namun sekarang hal itu dilarang oleh pemerintah,” ujar Rizieq. Ia mengibaratkan hal itu seperti anak kecil yang menyulut mercon di dalam kamar lantaran dilarang bermain petasan di luar halaman rumah.

Namun argumentasi itu dibantah oleh ketua badan pengurus SETARA Institute, Hendardi. “Apa betul pada zaman Soeharto pengiriman milisi sipil ke luar negeri itu dibebaskan? Itu dilarang juga kok,” tandasnya.
Ahli hukum yang tak pernah mengenyam bangku pendidikan hukum secara formal ini memang setuju bahwa kelompok radikal di Indonesia membutuhkan kanalisasi ekspresi di negeri ini, tapi itu diwujudkan dengan media lain, organisasi sosial politik misalnya.

“Di alam demokrasi, jika kelompok masyarakat tertentu ingin bertarung untuk memproduksi kebijakan publik yang sesuai dengan aspirasinya maka silakan bertarung melalui organisasi politik. Saya kira pemerintah harus memberikan ruang kepada kelompok-kelompok radikal untuk melakukan itu,” ujarnya.

Jika mereka enggan dan bersikukuh menolak proses demokrasi, lanjut Hendardi, negara harus bisa menjelaskan kepada mereka bahwa kekerasan tidak bisa ditoleransi. Tugas negara adalah mengelola semangat berlebihan suatu kelompok hingga menjurus pada tindak kekerasan dengan cara damai.

“Persoalannya, seringkali aksi kekerasan mereka dibiarkan sehingga menyebabkan mereka tidak berminat masuk ke partai dan lebih suka menyalurkan ekspresinya di jalanan,” tegas mantan Ketua Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI) itu.

Dalam hematnya, pembiaran negara terhadap praktik-praktik intoleransi oleh kelompok radikal menjadi salah satu akar tumbuh suburnya praktik terorisme.

”Ketika tidak ada penghukuman terhadap aksi-aksi radikalnya, berarti tidak ada efek jera. Maka pelaku ingin melakukan hal yang sama atau bahkan lebih dari itu karena merasa tidak dihukum,” tandasnya. (Fiq)

Sumber: Lazuardi Birru

Aktor Kekerasan Papua Dijerat UU Terorisme



Kepala Badan Reserse Kriminal Polri Komisaris Jenderal Sutarman mengatakan, pelaku tindak kekerasan di Papua dapat dikenakan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Menurutnya, kepolisian tidak akan ragu-ragu menjatuhkan pasal tersebut jika pelaku bersenjata juga telah menghilangkan nyawa manusia.

“Kalau yang di Papua menembaki orang-orang tak berdosa dan pendatang, serta menimbulkan ketakutan, tidak menutup kemungkinan kita terapkan pasal terorisme,” ujar Sutarman di Lapangan Bhayangkara Polri, Jakarta Selatan, Rabu (19/12/2012).

Pada beberapa peristiwa penembakan yang terjadi di Papua, pelaku tidak pernah dijerat undang-undang terorisme. Sutarman membantah pasal tersebut tidak pernah diterapkan karena adanya Organisasi Papua Merdeka (OPM). Dia memastikan pasal ini akan diterapkan bagi pembuat teror di Papua. Meskipun Papua memiliki otonomi khusus, penerapan pasal ini tetap akan diterapkan.

 “Tidak ada. Itu wilayah Indonesia. Aturan undang-undang itu adalah berdasarkan pasal yang dilanggar dan bukti yang kita temukan. Itu wilayah Indonesia, walaupun punya otonomi khusus,” terangnya.

Penembakan misterius kerap terjadi di Bumi Cenderawasih itu. Terakhir, terjadi penyerangan dengan penembakan dan pembakaran oleh kelompok bersenjata pada Markas Polsek Pirime, Kabupaten Lany Jaya, Papua, Selasa (27/11/2012). Tiga orang polisi tewas termasuk Kapolsek Ipda Rofli Takubesi.

Kemudian, terjadi baku tembak antara rombongan yang dipimpin Kapolda Papua Inspektur Jenderal Polisi Tito Karnavian dengan kelompok bersenjata di Kampung Indawa yang terletak antara Distrik Makki, Kabupaten Jayawijaya dan Distrik Tiom, Kabupaten Lany Jaya, Rabu (27/11/2012). (sf)

Sumber: Lazuardi Birru

Tak Boleh Mencegah Kemungkaran dengan Kemungkaran





Menegakkan amar ma’ruf nahi mungkar kerap menjadi legitimasi kelompok tertentu untuk melakukan kekerasan. Padahal hal itu tidak bisa menyelesaikan masalah yang terjadi, karena kemungkaran tidak bisa dicegah dengan cara kemungkaran yang lain. Hal tersebut diungkapkan budayawan dan aktivis LKIS Yogyakarta, Hairus Salim.

Menurut Salim, dalam hal amar ma’ruf nahi mungkar ini, ada dua hal penting yang harus diperhatikan. Pertama, amar ma’ruf merupakan perintah melakukan kebaikan. Sedangkan nahi munkar merupakan perintah untuk memberantas kemunkaran.

“Dalam arti umum sebenarnya ma’ruf itu tidak selalu berarti teologis. Kalau melihat ini, saya kira tidak ada dari kelompok minoritas yang selama ini dianggap melakukan kemunkaran. Hanya kebetulan keyakinan mereka itu berbeda dengan mayoritas,” kata Salim pada Lazuardi Birru.

Salim mencontohkan kasus Syiah. Menurut Salim, apakah dari mereka yang hendak dima’rufkan dan dianggap mungkar?

Kedua, kata Salim, ada prinsip yang harus dilakukan. Menurut budayawan Yogyakarta ini, secara prinsip kemungkaran tidak bisa diselesaikan dengan kemungkaran yang lain. “Kalupun ada kemunkaran, tidak bisa nahi munkar bil munkar, mencegah kemunkaran dengan cara yang munkar,” kata alumni IAIN (sekarang UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta ini.[Az]

Sumber: Lazuardi Birru

Selasa, 26 Maret 2013

Antisipasi Teroris, Polres Madiun Gelar Razia di Bis



Puluhan anggota Polres Madiun Kota dikerahkan untuk menggelar razia selama 10 hari ke depan dalam operasi Cipta Kondisi yang mulai digelar, Rabu (19/12/2012). Sasaran razia ini, selain menekan angka kriminal juga untuk mengurangi potensi bergerak bebasnya anggota jaringan terorisme di Madiun.

Ini menyusul, tanpa sepengetahuan Polres Madiun Kota, 10 Desember 2012 lalu, terpidana teroris yang kabur dari Rumah Tahanan Kepolisian Daerah Metro Jaya, ditangkap Detasemen Khusus 88 Anti Teror di Terminal Purbaya, Kota Madiun. Padahal, waktu itu sehari menjelang kunjungan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Madiun dan Magetan, 11-12 Desember 2012.

Oleh karenanya, Selain menyasar lokasi yang berpotensi terjadi tindak kriminalitas, aparat juga merazia aktivitas berpotensi terorisme. Salah satunya meggeledah sejumlah bus angkutan kota antarprovinsi di jalur Jawa Timur-Jawa Tengah.

Kasat Sabhara Polres Madiun Kota, AKP Baru Trisno yang memimpin razia mengatakan jika razia kali ini sasarannya adalah senjata tajam (sajam), bahan peledak (handak) serta berbagai barang lainnya yang berpotensi menimbulkan kasus kriminal dan terorisme.

“Setidaknya ada 4 lokasi yang kami sisir. Di antaranya Terminal Purbaya, Bantaran Sungai Bengawan Madiun dan jalur bus Angkutan Kota Antar Provinsi (AKAP). Kami geledah setiap barang bawaan penumpang bus yang disimpan dalam bagasi sebagai antisipasi,” terangnya
Namun, hingga razia berakhir digelar di hari pertama itu, polisi belum menemukan barang terlarang yang menjadi sasaran bagi ancaman kejahatan kriminal dan terorisme. Namun malah mengamankan sejumlah pengamen jalanan.

“Sasaran kami adalah senjata tajam, bahan peledak, dan barang berbahaya lain yang berpotensi kriminal dan terorisme,” kata Kepala Satuan Sabhara Kepolisian Resor Madiun Kota, Ajun Komisaris Baru Trisno, Rabu, 19 Desember 2012.

Penumpang bus, Yudi, mengaku tidak merasa terganggu dengan operasi yang digelar aparat kepolisian. “Meski bus harus berhenti karena diperiksa, tapi enggak apa-apa biar aman,” ujar warga asal Kabupaten Ngawi ini. (sf)

Sumber: Lazuardi Birru

MUI Imbau Muslim Jaga Kerukunan Saat Natal

Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengimbau masyarakat terutama umat Islam agar menjaga kerukunan menjelang perayaan Hari Natal. Umat muslim harus menunjukkan sikap toleransi dengan tidak mengganggu perayaan Natal.

“MUI mengimbau agar umat Islam tidak mengikuti ritual Natal. Tetapi harus menjaga kerukunan dan toleransi,” kata Ketua MUI Pusat Bidang Fatwa Ma’ruf Amin di Jakarta, Rabu (19/12/2012).

Ma’ruf menjelaskan larangan umat Islam tidak boleh mengikuti ritual Natal telah tercantum dalam fatwa MUI. Begitu pula dengan ucapan selamat Natal. Menurut dia umat Islam haram mengikuti ritual Natal.
“Ucapan selamat Natal tetap salah, ya pas Tahun Baru sajalah,” ujar Ma’ruf.

Fatwa MUI itu dikeluarkan pada 1981 era kepemimpinan Buya Hamka. Isinya fokus pada haramnya mengikuti perayaan dan kegiatan Natal, serta agar umat Islam tidak terjerumus kepada syubhat dan larangan Allah SWT.

Oleh karena itu, di dalam hari-hari perayaan Natal yang dijalankan umat Kristen, umat Islam cukup memberikan sikap toleran. Yakni dengan membiarkan umat Kristen merayakannya dan tidak mengganggunya.[wan]

Sumber: Lazuardi Birru

Salahuddin al-Ayubi, Sosok Pemimpin Islam yang Negarawan




Mengidolakan seseorang tidak hanya konsumsi orang-orang yang hanya bisa mengidolakan orang lain, alias orang biasa. Orang yang diidolakan, tokoh misalnya, pun pasti memiliki idola. Karena dengan mengidolakan seseorang, seseorang bisa belajar dari pengalaman hebat kehidupan idola tersebut, bagaimana cara mencapai asanya dan mengatasi problematika hidupnya.

Prabowo Subianto sebagai tokoh sekaligus idola konstituen Partai Gerindra, juga memiliki tokoh idola. Bagi Prabowo, yang banyak memberikannya inspirasi untuk menjadi pemimpin adalah Salahuddin al-Ayubi.
Menurut Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra ini Salahuddin adalah pemimpin yang menyayomi. “Tokoh yang saya kagumi adalah Salahuddin al-Ayubi. Terngiang-ngiang di imajinasi saya bagaimana menyatukan peradaban Islam dari ujung barat Afrika sampai Persia. Dia yang merebut yerusalem,” kata Prabowo Subianto.

Di mata Prabowo Salahuddin sebagai pemimpin Islam tidak saja berhasil mengembangkan agama Islam, tetapi juga menjaga pluralisme dengan menjaga keselamatan penganut agama lain.

“Langkah pertama adalah mengirim pasukan pribadi dia yang terpercaya untuk menjaga gereja, harus melindungi keselamatan ibadah agama lain. Semua, penganut agama lain. Itu pemimpin islam yang negarawan,” ujarnya.

“Yang luar biasa lagi, saya kaget di ujung riwayatnya saat meninggal, raja, panglima dan peradaban Islam kuat. Pada waktu mati bawahannya bingung tidak mendapati harta apapun (dari Salahuddin),” imbuhnya. [Mh]

Indonesia Tuan Rumah Konferensi Internasional Tentang Fatwa



Indonesia menjadi tuan rumah Konferensi Internasional tentang Fatwa Tahun 2012 yang akan diselenggarakan di Hotel Borobudur, Jakarta, 24–26 Desember 2012 dan diharapkan akan dibuka Menko Kesra Agung Laksono.

“Kegiatan itu merupakan kerja sama antara Kementerian Agama RI dengan Rabithah Alam Islami (The Muslim World League),” kata Sekjen Kementerian Agama Bahrul Hayat kepada pers di Jakarta, Rabu, 19/12/2012.

Hadir pada kesempatan itu Kepala Pusat Informasi dan Humas, Zubaidi, Kepala Biro Hukum dan Kerja sama luar negeri, Mubarok, Kepala Biro Keuangan Fauzan, Kepala Biro Umum Kemenag Burhanuddin dan sejumlah pejabat lainnya.

Bahrul Hayat menjelaskan, konferensi mengangkat tema Fatwa and Social Change (Fatwa dan Perubahan Sosial), Konferensi internasional itu akan diikuti oleh 300 peserta dari 20 negara (Brunei Darussalam, Papua Nugini, Jepang, Taiwan, China, Korea Selatan, Rusia, Kamboja, Vietnam, Singapore, Malaysia, Serbia, Turkey, United Kingdom, Saudi Arabia, Jordania, Laos, Thailand, Phillipines, dan Timor Leste) yang terdiri dari para menteri agama, kalangan profesional, akademisi, dan praktisi di bidang fatwa, dan praktisi media.

Sekjen Kementerian Agama, Bahrul Hayat, juga menegaskan bahwa penyelenggaraan konferensi ini dilatarbelakangi oleh beberapa pokok pikiran berikut, antara lain bahwa; pertama, Dunia Islam saat ini sedang menghadapi berbagai masalah keagamaan kontemporer yang status hukumnya belum didefinisikan dan dikonfirmasi, baik dalam Alquran atau Sunnah.

Beberapa di antaranya bahkan sangat sensitif dan kontroversial bagi umat Islam sendiri. Fenomena ini tentu saja sangat bermasalah bagi umat Islam karena dapat menimbulkan keraguan dan mengganggu pelaksanaan hukum Islam. Untuk mengurangi masalah ini, diperlukan upaya merumuskan kembali hukum Islam dan itu bisa dilakukan melalui mekanisme fatwa.

Kedua, fatwa merupakan produk hukum yang bersumber dari hasil penafsiran terhadap Alquran dan Hadis yang berkaitan dengan cara hidup Islami. Selama ini, fatwa terbukti efektif dalam memberikan bimbingan dan kepastian hukum bagi umat Islam untuk menghadapi isu-isu agama yang belum jelas. Hal ini menunjukkan bagaimana fatwa mempunyai posisi penting dalam kehidupan beragama Muslim.

Ketiga, kebutuhan fatwa muncul, misalnya ketika ada perbedaan pandangan dan kebingungan yang terkait dengan isu-isu agama Islam. Fatwa berperan penting sebagai media mendialogkan doktrin Islam dengan berbagai peristiwa dalam kehidupan sehari-hari muslim. Lebih jauh lagi, fatwa berkontribusi untuk menjadikan Islam sebagai bagian dari atau bahkan terintegrasi dengan transformasi sosio¿politik kehidupan kaum muslimin.

Keempat, kualitas fatwa harus selalu dijaga. Dalam konteks ini, para ahli, akademisi, dan praktisi di seluruh dunia hukum Islam wajib untuk terus meningkatkan kompetensi mereka dalam memproduksi fatwa. Salah satu cara yang dapat ditempuh adalah melalui pertukaran informasi mengenai metodologi dan obyek fatwa, misalnya melalui konferensi internasional tentang fatwa.

Konferensi internasional yang diprakarsai oleh Kementerian Agama RI dan Rabithah Alam Islami (Muslim world League) ini, lanjut Bahrul, bertujuan: a) membahas kontribusi fatwa dalam kaitannya dengan transformasi sosio politik dan budaya kehidupan Muslim; b) mengidentifikasi isu-isu krusial terkait ide dan praktek keagamaan kaum Muslim; c) mengetahui tantangan dan solusi atas masalah yang muncul akibat perubahan sosio¿religius kehidupan; dan d) mengidentifikasi isu-isu strategis yang terkait manajemen kehidupan beragama.

Melalui konferensi ini, diharapkan bisa terbentuk sebuah Badan Fatwa Internasional yang mampu memberikan solusi terhdap kebutuhan hukum masyarakat Muslim dunia. Dan, berbarengan dengan pembukaan konferensi internasional ini, akan diluncurkan Islamic Media Webiste, sebagai bentuk tindak lanjut hasil rekomendasi Konferensi Media Islam Internasional kedua pada Desember tahun lalu di Jakarta.
Media ini diharapkan, tegasnya lagi, diharapkan dapat menjadi pusat komunikasi masyarakat dunia yang berkenaan dengan informasi keislaman yang berimbang seperti counter atas isu- isu negatif tentang Islam, promosi Islam rahmatan lil Alamin, dan sarana “interfaith dialogue”.[Az]


Sumber: Lazuardi Birru

Senin, 25 Maret 2013

ICMI: Ilmuwan Barat juga Gali Alquran-Hadis





Ilmuan Muslim dinilai jarang membaca dan mendasarkan hipotesis pada Alquran dan Hadis. Sementara ilmuan Barat sering mendasarkan hipotesis dari Alquran dan Hadis.

Hal itu dikatakan anggota Dewan Pakar Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia (ICMI), Prof Dr Rokhmin Dahuri dalam diskusi Penataan Iptek bagi Pembangunan Peradaban Bangsa di Balai Sidang Jakarta, Rabu (19/12/2012).

“Ilmuwan Barat sering mendasarkan hipotesis dari Alquran dan Hadis. Tapi, ilmuwan Islam justru sebaliknya, jarang membaca, apalagi mendasarkan hipotesis pada Alquran dan Hadis,” ujarnya.

Rokhmin mengatakan dalam surat Ali Imron terdapat banyak bidang keilmuan yang tersirat seperti merenungkan kejadian alam. Tujuannya, agar umat Islam menguasai teknologi. Namun ilmuwan Barat, kata dia banyak yang tidak jujur dan anehnya kita malah alergi dengan Alquran dan Hadis.

Menurut dia fenomena yang terjadi saat ini ilmuwan Muslim banyak yang menelan mentah-mentah Iptek Barat, padahal kemajuan Iptek yang dilakukan Barat terbukti gagal, berbeda dengan pada saat masa kejayaan Iptek Islam yang terbukti berhasil.

“Kalau Barat berpikirnya bagaimana mematenkan dan menjualnya. Kalau Islam berbeda, ilmu itu harus disebarluaskan tanpa harus dijual,” ujar dia.

Rokhmin mendorong agar umat Islam tidak berhenti sebatas dengan pengetahuan yang dimilikinya. Dia yakin kejayaan Iptek sesungguhnya adalah bermanfaat bagi seluruh umat manusia.[wan]

Sumber: Lazuardi Birru

Agar Berhenti Jadi PSK, Muhammadiyah Berikan Pekerjaan Alternatif



Pekerjaan alternatif bagi para PSK di Surabaya diharapkan bisa mengurangi prostitusi. Hal tersebut dilakukan oleh organisasi kemasyarakatan Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Surabaya. Selama ini ormas ini telah melakukan pendampingan PSK di kawasan prostitusi di Bangun Sari dan Tambak Asri, Kecamatan Krembangan, Surabaya. Usaha yang dilakukan oleh ormas ini berupa bantuan modal usaha sebagai upaya memberikan alteratif usaha.

Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Din Syamsuddin mengatakan, pihaknya yakin para PSK ini sebenarnya memiliki niat untuk menjadi wanita normal seperti pada umumnya, tetapi karena keadaan dan alasan ekonomi sehingga terpaksa seperti itu.

Rencananya Muhammadiyah akan membangun 27 warung kopi sebagai alternatif usaha bagi para PSK dan uang sebesar 5 Juta untuk setiap orangnya, yang pada akhirnya dapat menggantikan pekerjaan sebelumnya. “Warung-warung kopi itu untuk tempat bekerja baru bagi para mantan WTS. Kami harap secara bertahap, sedikit demi sedikit mereka sadar dan tidak lagi bekerja di wisma lokalisasi,” kata Din.

Bantuan pembangunan 27 warung kopi rencananya berasal dari PP Muhammadiyah sebanyak 10 warung, Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jatim 10 warung, Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Surabaya 5 Buah, dan 2 sisanya berasal dari Pimpinan Cabang Muhammadiyah kecamatan Krembangan. Disamping itu, Din juga mengajak para pengusaha utuk dapat membantu agar kawasan yang terkenal dengan maksiat tersebut, dapat berubah menjadi lebih terang dan terberkahi demi masa depan.[Az]


Sumber: Lazuardi Birru

Kesetiakawanan Sosial Jangan Sampai Tergerus






Wakil Presiden (Wapres) Boediono mengajak semua pihak menjaga nilai kesetiakawanan sosial agar tidak sampai tergerus arus kehidupan modern dan globalisasi.

“Semangat dan nilai-nilai luhur itu akan luntur apabila tidak kita rawat. Nilai-nilai luhur ini terlalu berharga untuk kita biarkan,” kata Wakil Presiden saat menyampaikan sambutan pada puncak peringatan Hari Kesetiakawanan Sosial Nasional 2012 di Ternate, Kamis.

Menurut dia, bangsa Indonesia memang ingin menjadi negara modern, menjadi negara maju dan berperan, dan disegani di kancah global. Tapi itu tidak berarti harus meninggalkan nilai-nilai luhur yang sejak lama menjadi bagian dari budaya dan jatidiri bangsa.

“Karena itulah, dengan sadar pemerintah bersama seluruh unsur masyarakat di semua daerah secara terus-menerus berusaha melestarikan semangat kesetiakawanan ini,” katanya.

Rangkaian kegiatan peringatan Hari Kesetiakawanan Sosial Nasional, kata dia, dimaksudkan untuk memantapkan komitmen dalam merawat nilai-nilai budaya bangsa.

Wakil Presiden mengatakan, semangat kesetiakawanan sampai sekarang masih mengakar dalam masyarakat Indonesia, terlihat dari banyaknya inisiatif kelompok masyarakat untuk membantu kelompok yang kurang mampu atau kesusahan.

“Tapi, seperti yang saya sebutkan tadi, masalah yang kita hadapi begitu besar, sehingga apapun yang kita lakukan saat ini belum lah cukup. Kita, Pemerintah dan masyarakat, harus meningkatkan lagi upaya kita,” katanya.[Az]

Sumber: Lazuardi Birru

Melindungi Warga Tak Boleh Mengorbankan Civil Liberty



Penegakan terorisme harus seimbang antara pilihan memberikan keamanan bagi warga negara dan memastikan civil liberty warga tidak terkoyak. Pemerintah harus belajar dari masa orde baru di mana Undang-Undang Subversi membuat kehidupan warga negara tidak dilindungi hak asasinya.

Pendapat ini dikemukakan oleh ahli hukum Hendardi menanggapi laporan LSM KontraS mengenai operasi kontrateror tahun 2012 yang dinilai kurang memuaskan dari sisi hak asasi manusia (HAM).

LSM KontraS mencatat, Hingga November 2012, KontraS menemukan kasus 25 orang salah tangkap, serta 5 tersangka teroris dan 2 anggota kepolisian tewas dalam operasi antiteror sepanjang 2012.

Bagi Hendardi yang konsisten dalam isu-isu hak asasi manusia (HAM), tindakan represif aparat tersebut adalah persoalan besar lantaran menghilangkan kesempatan tersangka untuk memeroleh kesamaan hak di muka hukum. Selain itu juga menutup salah satu pintu untuk menguak jaringan teroris di Indonesia.

“Kita akui keberhasilan aparat penegak hukum memberantas terorisme, tapi hal ini harus dilihat secara kritis. Sekarang syak wasangka publik pupus ketika media-media elektronik menampilkan kesigapan polisi melakukan penangkapan tersangka terorisme. Psikologi warga digiring untuk cemas terhadap ancaman terorisme sehingga mendorong mereka mengafirmasi setiap tindakan represif aparat. Ini kan persoalan,” tandas Ketua Badan Pengurus SETARA Institute ini.

Lebih dari itu, lanjutnya, menilik pengalaman tahun 2010 dan 2011, tindakan represif aparat justru melahirkan aktor-aktor terorisme baru, jejaring baru, dan sasaran baru.
Ia mengakui, adalah prestasi yang patut diapresiasi ketika Densus 88 Mabes Polri berhasil menangkap tersangka dan pelaku terorisme. Namun menurutnya, aksi terorisme itu adalah hilirnya. Hulunya adalah praktik intoleransi.

“Maka untuk mencegah agar tidak berkembang menjadi aksi terorisme, praktik intoleransi tidak boleh dibiarkan. Karena intoleransi inilah akarnya. Bukankah prestasi otentik pemberantasan terorisme adalah mengikis akar persoalan terorisme?!” tutupnya. (Fiq)

Sumber: Lazuardi Birru

Kamis, 21 Maret 2013

Kelompok Radikal Butuh Kanalisasi Ekspresi



Dalam sebuah perbincangan dengan Lazuardi Birru, Ketua Umum Front Pembela Islam (FPI), Habib Rizieq Shihab, pernah mengutarakan bahwa maraknya aksi teror di Indonesia lantaran tidak adanya kanalisasi semangat jihad pemuda-pemuda muslim Indonesia.

“Dahulu pemuda-pemuda Indonesia bisa membantu negara-negara muslim lain yang sedang berperang seperti Afghanistan. Namun sekarang hal itu dilarang oleh pemerintah,” ujar Rizieq. Ia mengibaratkan hal itu seperti anak kecil yang menyulut mercon di dalam kamar lantaran dilarang bermain petasan di luar halaman rumah.

Namun argumentasi itu dibantah oleh ketua badan pengurus SETARA Institute, Hendardi. “Apa betul pada zaman Soeharto pengiriman milisi sipil ke luar negeri itu dibebaskan? Itu dilarang juga kok,” tandasnya.
Ahli hukum yang tak pernah mengenyam bangku pendidikan hukum secara formal ini memang setuju bahwa kelompok radikal di Indonesia membutuhkan kanalisasi ekspresi di negeri ini, tapi itu diwujudkan dengan media lain, organisasi sosial politik misalnya.

“Di alam demokrasi, jika kelompok masyarakat tertentu ingin bertarung untuk memproduksi kebijakan publik yang sesuai dengan aspirasinya maka silakan bertarung melalui organisasi politik. Saya kira pemerintah harus memberikan ruang kepada kelompok-kelompok radikal untuk melakukan itu,” ujarnya.

Jika mereka enggan dan bersikukuh menolak proses demokrasi, lanjut Hendardi, negara harus bisa menjelaskan kepada mereka bahwa kekerasan tidak bisa ditoleransi. Tugas negara adalah mengelola semangat berlebihan suatu kelompok hingga menjurus pada tindak kekerasan dengan cara damai.
“Persoalannya, seringkali aksi kekerasan mereka dibiarkan sehingga menyebabkan mereka tidak berminat masuk ke partai dan lebih suka menyalurkan ekspresinya di jalanan,” tegas mantan Ketua Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI) itu.

Dalam hematnya, pembiaran negara terhadap praktik-praktik intoleransi oleh kelompok radikal menjadi salah satu akar tumbuh suburnya praktik terorisme.

”Ketika tidak ada penghukuman terhadap aksi-aksi radikalnya, berarti tidak ada efek jera. Maka pelaku ingin melakukan hal yang sama atau bahkan lebih dari itu karena merasa tidak dihukum,” tandasnya. (Fiq)

Sumber: Lazuardi Birru

Aktor Kekerasan Papua Dijerat UU Terorisme



Kepala Badan Reserse Kriminal Polri Komisaris Jenderal Sutarman mengatakan, pelaku tindak kekerasan di Papua dapat dikenakan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Menurutnya, kepolisian tidak akan ragu-ragu menjatuhkan pasal tersebut jika pelaku bersenjata juga telah menghilangkan nyawa manusia.

“Kalau yang di Papua menembaki orang-orang tak berdosa dan pendatang, serta menimbulkan ketakutan, tidak menutup kemungkinan kita terapkan pasal terorisme,” ujar Sutarman di Lapangan Bhayangkara Polri, Jakarta Selatan, Rabu (19/12/2012).

Pada beberapa peristiwa penembakan yang terjadi di Papua, pelaku tidak pernah dijerat undang-undang terorisme. Sutarman membantah pasal tersebut tidak pernah diterapkan karena adanya Organisasi Papua Merdeka (OPM). Dia memastikan pasal ini akan diterapkan bagi pembuat teror di Papua. Meskipun Papua memiliki otonomi khusus, penerapan pasal ini tetap akan diterapkan.

 “Tidak ada. Itu wilayah Indonesia. Aturan undang-undang itu adalah berdasarkan pasal yang dilanggar dan bukti yang kita temukan. Itu wilayah Indonesia, walaupun punya otonomi khusus,” terangnya.

Penembakan misterius kerap terjadi di Bumi Cenderawasih itu. Terakhir, terjadi penyerangan dengan penembakan dan pembakaran oleh kelompok bersenjata pada Markas Polsek Pirime, Kabupaten Lany Jaya, Papua, Selasa (27/11/2012). Tiga orang polisi tewas termasuk Kapolsek Ipda Rofli Takubesi.

Kemudian, terjadi baku tembak antara rombongan yang dipimpin Kapolda Papua Inspektur Jenderal Polisi Tito Karnavian dengan kelompok bersenjata di Kampung Indawa yang terletak antara Distrik Makki, Kabupaten Jayawijaya dan Distrik Tiom, Kabupaten Lany Jaya, Rabu (27/11/2012). (sf)

Sumber: Lazuardi Birru

Tak Boleh Mencegah Kemungkaran dengan Kemungkaran

Menegakkan amar ma’ruf nahi mungkar kerap menjadi legitimasi kelompok tertentu untuk melakukan kekerasan. Padahal hal itu tidak bisa menyelesaikan masalah yang terjadi, karena kemungkaran tidak bisa dicegah dengan cara kemungkaran yang lain. Hal tersebut diungkapkan budayawan dan aktivis LKIS Yogyakarta, Hairus Salim.

Menurut Salim, dalam hal amar ma’ruf nahi mungkar ini, ada dua hal penting yang harus diperhatikan. Pertama, amar ma’ruf merupakan perintah melakukan kebaikan. Sedangkan nahi munkar merupakan perintah untuk memberantas kemunkaran.

“Dalam arti umum sebenarnya ma’ruf itu tidak selalu berarti teologis. Kalau melihat ini, saya kira tidak ada dari kelompok minoritas yang selama ini dianggap melakukan kemunkaran. Hanya kebetulan keyakinan mereka itu berbeda dengan mayoritas,” kata Salim pada Lazuardi Birru.
Salim mencontohkan kasus Syiah. Menurut Salim, apakah dari mereka yang hendak dima’rufkan dan dianggap mungkar?

Kedua, kata Salim, ada prinsip yang harus dilakukan. Menurut budayawan Yogyakarta ini, secara prinsip kemungkaran tidak bisa diselesaikan dengan kemungkaran yang lain. “Kalupun ada kemunkaran, tidak bisa nahi munkar bil munkar, mencegah kemunkaran dengan cara yang munkar,” kata alumni IAIN (sekarang UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta ini.[Az]

Sumber: Lazuardi Birru


Antisipasi Teroris, Polres Madiun Gelar Razia di Bis



Puluhan anggota Polres Madiun Kota dikerahkan untuk menggelar razia selama 10 hari ke depan dalam operasi Cipta Kondisi yang mulai digelar, Rabu (19/12/2012). Sasaran razia ini, selain menekan angka kriminal juga untuk mengurangi potensi bergerak bebasnya anggota jaringan terorisme di Madiun.

Ini menyusul, tanpa sepengetahuan Polres Madiun Kota, 10 Desember 2012 lalu, terpidana teroris yang kabur dari Rumah Tahanan Kepolisian Daerah Metro Jaya, ditangkap Detasemen Khusus 88 Anti Teror di Terminal Purbaya, Kota Madiun. Padahal, waktu itu sehari menjelang kunjungan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Madiun dan Magetan, 11-12 Desember 2012.

Oleh karenanya, Selain menyasar lokasi yang berpotensi terjadi tindak kriminalitas, aparat juga merazia aktivitas berpotensi terorisme. Salah satunya meggeledah sejumlah bus angkutan kota antarprovinsi di jalur Jawa Timur-Jawa Tengah.

Kasat Sabhara Polres Madiun Kota, AKP Baru Trisno yang memimpin razia mengatakan jika razia kali ini sasarannya adalah senjata tajam (sajam), bahan peledak (handak) serta berbagai barang lainnya yang berpotensi menimbulkan kasus kriminal dan terorisme.

“Setidaknya ada 4 lokasi yang kami sisir. Di antaranya Terminal Purbaya, Bantaran Sungai Bengawan Madiun dan jalur bus Angkutan Kota Antar Provinsi (AKAP). Kami geledah setiap barang bawaan penumpang bus yang disimpan dalam bagasi sebagai antisipasi,” terangnya

Namun, hingga razia berakhir digelar di hari pertama itu, polisi belum menemukan barang terlarang yang menjadi sasaran bagi ancaman kejahatan kriminal dan terorisme. Namun malah mengamankan sejumlah pengamen jalanan.

“Sasaran kami adalah senjata tajam, bahan peledak, dan barang berbahaya lain yang berpotensi kriminal dan terorisme,” kata Kepala Satuan Sabhara Kepolisian Resor Madiun Kota, Ajun Komisaris Baru Trisno, Rabu, 19 Desember 2012.

Penumpang bus, Yudi, mengaku tidak merasa terganggu dengan operasi yang digelar aparat kepolisian. “Meski bus harus berhenti karena diperiksa, tapi enggak apa-apa biar aman,” ujar warga asal Kabupaten Ngawi ini. (sf)

Sumber: Lazuardi Birru

Rabu, 20 Maret 2013

MUI Imbau Muslim Jaga Kerukunan Saat Natal



Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengimbau masyarakat terutama umat Islam agar menjaga kerukunan menjelang perayaan Hari Natal. Umat muslim harus menunjukkan sikap toleransi dengan tidak mengganggu perayaan Natal.

“MUI mengimbau agar umat Islam tidak mengikuti ritual Natal. Tetapi harus menjaga kerukunan dan toleransi,” kata Ketua MUI Pusat Bidang Fatwa Ma’ruf Amin di Jakarta, Rabu (19/12/2012).

Ma’ruf menjelaskan larangan umat Islam tidak boleh mengikuti ritual Natal telah tercantum dalam fatwa MUI. Begitu pula dengan ucapan selamat Natal. Menurut dia umat Islam haram mengikuti ritual Natal.
“Ucapan selamat Natal tetap salah, ya pas Tahun Baru sajalah,” ujar Ma’ruf.

Fatwa MUI itu dikeluarkan pada 1981 era kepemimpinan Buya Hamka. Isinya fokus pada haramnya mengikuti perayaan dan kegiatan Natal, serta agar umat Islam tidak terjerumus kepada syubhat dan larangan Allah SWT.

Oleh karena itu, di dalam hari-hari perayaan Natal yang dijalankan umat Kristen, umat Islam cukup memberikan sikap toleran. Yakni dengan membiarkan umat Kristen merayakannya dan tidak mengganggunya.[wan]

Sumber: Lazuardi Birru

Salahuddin al-Ayubi, Sosok Pemimpin Islam yang Negarawan



Mengidolakan seseorang tidak hanya konsumsi orang-orang yang hanya bisa mengidolakan orang lain, alias orang biasa. Orang yang diidolakan, tokoh misalnya, pun pasti memiliki idola. Karena dengan mengidolakan seseorang, seseorang bisa belajar dari pengalaman hebat kehidupan idola tersebut, bagaimana cara mencapai asanya dan mengatasi problematika hidupnya.

Prabowo Subianto sebagai tokoh sekaligus idola konstituen Partai Gerindra, juga memiliki tokoh idola. Bagi Prabowo, yang banyak memberikannya inspirasi untuk menjadi pemimpin adalah Salahuddin al-Ayubi.

Menurut Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra ini Salahuddin adalah pemimpin yang menyayomi. “Tokoh yang saya kagumi adalah Salahuddin al-Ayubi. Terngiang-ngiang di imajinasi saya bagaimana menyatukan peradaban Islam dari ujung barat Afrika sampai Persia. Dia yang merebut yerusalem,” kata Prabowo Subianto.

Di mata Prabowo Salahuddin sebagai pemimpin Islam tidak saja berhasil mengembangkan agama Islam, tetapi juga menjaga pluralisme dengan menjaga keselamatan penganut agama lain.

“Langkah pertama adalah mengirim pasukan pribadi dia yang terpercaya untuk menjaga gereja, harus melindungi keselamatan ibadah agama lain. Semua, penganut agama lain. Itu pemimpin islam yang negarawan,” ujarnya.

“Yang luar biasa lagi, saya kaget di ujung riwayatnya saat meninggal, raja, panglima dan peradaban Islam kuat. Pada waktu mati bawahannya bingung tidak mendapati harta apapun (dari Salahuddin),” imbuhnya. [Mh]

Sumber: Lazuardi Birru

Indonesia Tuan Rumah Konferensi Internasional Tentang Fatwa


 


Indonesia menjadi tuan rumah Konferensi Internasional tentang Fatwa Tahun 2012 yang akan diselenggarakan di Hotel Borobudur, Jakarta, 24–26 Desember 2012 dan diharapkan akan dibuka Menko Kesra Agung Laksono.

“Kegiatan itu merupakan kerja sama antara Kementerian Agama RI dengan Rabithah Alam Islami (The Muslim World League),” kata Sekjen Kementerian Agama Bahrul Hayat kepada pers di Jakarta, Rabu, 19/12/2012.

Hadir pada kesempatan itu Kepala Pusat Informasi dan Humas, Zubaidi, Kepala Biro Hukum dan Kerja sama luar negeri, Mubarok, Kepala Biro Keuangan Fauzan, Kepala Biro Umum Kemenag Burhanuddin dan sejumlah pejabat lainnya.

Bahrul Hayat menjelaskan, konferensi mengangkat tema Fatwa and Social Change (Fatwa dan Perubahan Sosial), Konferensi internasional itu akan diikuti oleh 300 peserta dari 20 negara (Brunei Darussalam, Papua Nugini, Jepang, Taiwan, China, Korea Selatan, Rusia, Kamboja, Vietnam, Singapore, Malaysia, Serbia, Turkey, United Kingdom, Saudi Arabia, Jordania, Laos, Thailand, Phillipines, dan Timor Leste) yang terdiri dari para menteri agama, kalangan profesional, akademisi, dan praktisi di bidang fatwa, dan praktisi media.

Sekjen Kementerian Agama, Bahrul Hayat, juga menegaskan bahwa penyelenggaraan konferensi ini dilatarbelakangi oleh beberapa pokok pikiran berikut, antara lain bahwa; pertama, Dunia Islam saat ini sedang menghadapi berbagai masalah keagamaan kontemporer yang status hukumnya belum didefinisikan dan dikonfirmasi, baik dalam Alquran atau Sunnah.

Beberapa di antaranya bahkan sangat sensitif dan kontroversial bagi umat Islam sendiri. Fenomena ini tentu saja sangat bermasalah bagi umat Islam karena dapat menimbulkan keraguan dan mengganggu pelaksanaan hukum Islam. Untuk mengurangi masalah ini, diperlukan upaya merumuskan kembali hukum Islam dan itu bisa dilakukan melalui mekanisme fatwa.

Kedua, fatwa merupakan produk hukum yang bersumber dari hasil penafsiran terhadap Alquran dan Hadis yang berkaitan dengan cara hidup Islami. Selama ini, fatwa terbukti efektif dalam memberikan bimbingan dan kepastian hukum bagi umat Islam untuk menghadapi isu-isu agama yang belum jelas. Hal ini menunjukkan bagaimana fatwa mempunyai posisi penting dalam kehidupan beragama Muslim.
Ketiga, kebutuhan fatwa muncul, misalnya ketika ada perbedaan pandangan dan kebingungan yang terkait dengan isu-isu agama Islam. Fatwa berperan penting sebagai media mendialogkan doktrin Islam dengan berbagai peristiwa dalam kehidupan sehari-hari muslim. Lebih jauh lagi, fatwa berkontribusi untuk menjadikan Islam sebagai bagian dari atau bahkan terintegrasi dengan transformasi sosio¿politik kehidupan kaum muslimin.

Keempat, kualitas fatwa harus selalu dijaga. Dalam konteks ini, para ahli, akademisi, dan praktisi di seluruh dunia hukum Islam wajib untuk terus meningkatkan kompetensi mereka dalam memproduksi fatwa. Salah satu cara yang dapat ditempuh adalah melalui pertukaran informasi mengenai metodologi dan obyek fatwa, misalnya melalui konferensi internasional tentang fatwa.

Konferensi internasional yang diprakarsai oleh Kementerian Agama RI dan Rabithah Alam Islami (Muslim world League) ini, lanjut Bahrul, bertujuan: a) membahas kontribusi fatwa dalam kaitannya dengan transformasi sosio politik dan budaya kehidupan Muslim; b) mengidentifikasi isu-isu krusial terkait ide dan praktek keagamaan kaum Muslim; c) mengetahui tantangan dan solusi atas masalah yang muncul akibat perubahan sosio¿religius kehidupan; dan d) mengidentifikasi isu-isu strategis yang terkait manajemen kehidupan beragama.

Melalui konferensi ini, diharapkan bisa terbentuk sebuah Badan Fatwa Internasional yang mampu memberikan solusi terhdap kebutuhan hukum masyarakat Muslim dunia. Dan, berbarengan dengan pembukaan konferensi internasional ini, akan diluncurkan Islamic Media Webiste, sebagai bentuk tindak lanjut hasil rekomendasi Konferensi Media Islam Internasional kedua pada Desember tahun lalu di Jakarta.

Media ini diharapkan, tegasnya lagi, diharapkan dapat menjadi pusat komunikasi masyarakat dunia yang berkenaan dengan informasi keislaman yang berimbang seperti counter atas isu- isu negatif tentang Islam, promosi Islam rahmatan lil Alamin, dan sarana “interfaith dialogue”.[Az]

Sumber: Lazuardi Birru










ICMI Motori Deklarasi Ikatan Saudagar Muslim Indonesia


 

Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) memotori deklarasi Ikatan Saudagar Muslim Indonesia (ISMI), pada pelaksanaan Silaturahim Kerja Nasional (Silaknas) dan ICMI Expo dalam rangka milan ICMI.

Selain ICMI, berdirinya ISMI juga dideklarasikan perwakilan dari Majelis Ulama Indonesia (MUI), Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) dan Pengurus Pusat Muhammadiyah. Ilham Akbar Habibie, wakil deklarator dari ICMI mengatakan pendeklarasian ISMI dilandasi dengan semangat pengembangan perekonomian umat muslim.

“Kekuatan suatu bangsa ditentukan oleh kekuatan ekonominya. Sebagai umat Islam, tentu kekuatan ekonomi Muslim juga harus diperkuat,” kata Ilham Akbar Habibie di Jakarta, Selasa, 18/12/2012.
Presidium ICMI itu mengatakan sebelum negara Indonesia berdiri, sudah ada organisasi saudagar muslim yang bernama Sarekat Dagang Islam (SDI). Dalam perjalanannya, SDI ikut berperan dalam berdirinya Republik Indonesia.

Menurut Ilham, di dunia perdagangan Indonesia sebenarnya sudah ada Kamar Dagang dan Industri (Kadin). Namun, Kadin selama ini belum bisa mengakomodir kepentingan umat Islam. “Karena itu, ISMI juga akan menjadi rekan dan organisasi di bawah Kadin. Sebab, berdasarkan undang-undang, mitra pemerintah di bidang perdagangan dan industri adalah Kadin,” tuturnya.[Az]

Sumber: LAzuardi Birru

Selasa, 19 Maret 2013

Makna Jihad Tidak Melulu Perang




Sebagian kelompok mengartikan jihad sama dengan qital (perang), padahal kedua istilah itu berbeda. Hal tersebut diungkapkan Direktur Pais Dirjen Pendis Kementerian Agama RI, Dr. Amin Haedari, M.Pd. Menurut dia, pengertian jihad adalah upaya seseorang dengan bersungguh-sungguh dalam mengupayakan kebaikan.

“Jihad berasal dari Bahasa Arab yang artinya bersungguh-sungguh. Ada juga orang yang mengartikan jihad ini sama dengan qital. Tapi antara jihad dengan qital berbeda,” kata Amin pada Lazuardi Birru, di Jakarta.
Menurut Amin, jihad dapat diartikan sebagai upaya kesungguhan dari seseorang dalam melakukan kebaikan untuk mendapatkan ridha Allah SWT. Misalnya mencari ilmu, memberantas kemiskinan, dan lain sebagainya. Jadi, jihad di sini tidak selalu diartikan perang.

“Bersungguh-sungguh dalam melaksanakan ibadah kepada Allah, bersungguh-sungguh dalam menuntut ilmu juga masuk kategori jihad,” ungkapnya.

Lebih lanjut Amin mengatakan, kalau jihad dikaitkan dengan perang itu ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi. Misalnya negara terancam oleh kelompok lain, maka kita diperbolehkan untuk berperang menegakkan agama Allah.

“Di Indonesia ini kan Islam tidak terancam dan bukan dalam kondisi perang. Jadi, jihad dalam arti perang itu tidak tepat. Lebih tepatnya jihad di sini diartikan untuk memperjuangkan yang miskin menjadi kaya, dan memberantas kebodohan,” kata dia.[Az]

Sumber: Lazuardi Birru

Presiden SBY: Masyarakat yang Baik itu Masyarakat yang Antikekerasan




Dalam peringatan ke-84 Hari Ibu di UKM Convention Hall, SME Tower-Jakarta, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyatakan bahwa tujuan yang hendak dicapai masyarakat Indonesia, pada masa kepemimpinannya, adalah terciptanya kehidupan masyarakat yang baik atau good society. 

“Saya ingin mengingatkan bahwa di tengah gegap gempita globalisme, demokrasi, dan reformasi, yang kita tuju adalah kehidupan masyarakat yang baik atau good society,” katanya.

Menurut Presiden SBY syarat untuk menjadi masyarakat yang baik adalah tertanam kuatnya nilai-nilai religius. “Untuk menjadi masyarakat yang baik masyarakat haruslah religius yang bukan hanya ritual tapi terhadap penghayatan nilai-nilai agama” ungkap SBY.

Di samping itu, Presiden menambahkan, masyarakat yang baik terepresentasi melalui terbangunnya suasana saling menghormati. Saling menghormati dan toleransi mutlak diperlukan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Terlebih di Indonesia yang begitu majemuk.

“Masyarakat kita majemuk, oleh karena itu masyarakat yang hendak kita tuju adalah yang rukun dan toleransi. Masyarakat yang baik ditandai oleh budaya dan karakter antikekerasan atau civilized. Kalau semua kita bisa wujudkan, sesungguhnya kesejahteraan dan keadilan akan hadir. Bukan hanya kemajuan ekonomi dan kehidupan makin layak, tapi kita hadirkan rasa aman, tenteram dan adil, sehingga kita hidup dalam good society,” dedah Presiden. [Mh]